Malam ini sesuai janji Gaitha yaitu menemani Alva menembak sosok perempuan yang berhasil menarik perhatiannya. Dengan hati yang cukup kuat ia mau membantu Alva.
"Tempatnya kurang gimana, Va?" tanya Gaitha, karena cewek itulah yang sudah menyiapkan semuanya. Dengan gembira Gaitha menyiapkan semua ini. Meski ada rasa sakit namun ia sebisa mungkin menghias dan menciptakan suasana yang sangat romantis. Seraya menghias Gaitha selalu membayangkan jika itu adalah rencana Gaitha dan Alva, tapi hanya sebuah angan yang tidak bisa tergapai atau sangat tipis terwujud.
"Nggak ada rasa cemburu lo?" Alva menatap Gaitha dengan iba. Bagaimana bisa mantannya ini mau membantu dirinya untuk jadian dengan orang lain.
"Inget kata gue tadi. Selama lo bahagia gue juga ikut bahagia." Gaitha tersenyum dengan ikhlas. Sungguh, senyuman itu mampu mengalihkan perhatian dunia Alva.
Siapa yang tidak suka dengan Gaitha? Cewek cantik dengan rambut panjang hitamnya, pandai menyanyi, modelling, dance, dan hal yang tidak pernah mereka bayangkan. Namun, semua bakatnya itu ia pendam dan dinikmati seornag diri. Kepercayaan dirinya sempat hilang dan kini mulai kembali lagi.
"Gue mau kesana dulu ya? Semoga lancar," ujar Gaitha. Belum sampai 5 langkah ia berhenti dan berbalik menatap Alva kembali. "Kalau udah selesai panggil gue. Awas lo ninggalin gue disini kayak anak ilang!" ancamnya.
Alva mengacungi jempolnya kearah Gaitha dan tersenyum tipis. "Gue masih nggak bisa, Git."
***
Gaitha menunggu Alva melancarkan aksinya dan ia memilih untuk menikmati malam ini dengan senang.
Langit yang menggelap tanpa taburan bintang itu masih terlihat indah di mata Gaitha. Senyumnya pun tidak luntur begitu saja.
"Malam kelam kini berubah menjadi malam yang penuh kebahagiaan. Bener kalau kita harus mencintai diri sendiri terlebih dahulu baru kita paham dengan perasaan orang lain."
"Perasaan nggak bisa di paksain Gaitha! Nikmatin, hidup lo selagi masih diberi kesehatan dan juga kenikmatan."
Sinar rembulan yang begitu terang menemani senyum yang terbit dari bibir Gaitha. "Gue harap hari-hari gue selanjutnya dan juga orang yang gue sayang selalu bahagia."
"Boleh gabung?" Gaitha menoleh siapa yang berbicara dengannya. Namun, senyumnya kembali pudar ketika melihat siapa yang berada didepannya saat ini. Ya, cowok yang kemarin bertemu dengannya secara tidak sengaja yang sudah berlangsung 2 kali dan menjadi 3 kali saat ini.
"Memang jodoh enggak kemana," kata cowok itu yang langsung menarik kursi untuk dirinya duduk. Tanpa menunggu izin dari Gaitha.
Merasa kesal Gaitha beranjak hendak mencari meja lain. "Mau kemana?" tahan cowok itu.
"Nyari meja lain," balasnya.
"Udah nggak ada yang kosong lagi," terang cowok itu. Gaitha tidak peduli ia berbalik badan untuk mencari meja kosong, tapi memang benar sudah tidak ada meja kosong lagi untuk dirinya. Dengan terpaksa ia kembali duduk.
"Kalau udah jodoh nggak bisa ngelak lagi."
"Bodok!"
"Lo beneran nggak inget sama gue?" tanya cowok itu yang masih setia melihat wajah Gaitha. Auranya begitu positif dan indah.
"Lo itu cowok yang nyebelin! Dan seinget gue pernah ketemu sama lo dua kali dan ini yang ketiga kalinya."
"Bukan itu."
"Terus?"
"Beneran nggak inget gue?" Gaitha menggeleng. Seingatnya ya memang cowok itu bertemu dengannya sudah dua kali yang pertama saat di cafe dan kedua di tempat perlombaan nyanyi kemarin.
"Kalau gue bilang cowok yang pernah suka sama lo gimana?" Cowok itu menaikkan sebelah alisnya sedikit menggodanya.
"Siapa?" Dengan segala kewarasannya Gaitha memutar otaknya dan mencoba membuka kembali loker di otaknya untuk mencari lembar tulisan ingatannya. Kalau kalian ingin tau bagaimana bisa kalian bayangkan seperti kartun Spongebob yang mencari namanya di laci pikirannya.
"Kakak kelas yang pernah nembak lo," ucapnya.
"Owh, kakel gue?" Gaitha menanggapinya dengan tidak acuh. Terlalu malas membahas masa lalu yang hanya menghantui akan rasa sakit yang di derita
"Gue masih suka sih sama lo. Gimana lo sendiri?" Cowok itu terus bertanya pada Gaitha yang sedari tadi hanya membalasnya dengan singkat dan cuek. Namun, cuek serta judes itu memiliki suatu daya tarik tersendiri baginya.
"Masih tetep kayak dulu, nggak suka sama lo."
"Nggak terima lowongan buat gue masuk ke hati lo?"
"Nggak. Gue nggak buka lowongan karena nggak perlu"
"Kenapa?"
"Karena gue nggak suka."
"Kalau suatu saat gue berhasil bikin lo jatuh cinta. Apa lo mau nerima gue?" Cowok masih menatap Gaitha dengan penuh harap.
"Nggak ada yang tau hati manusia gimana. Nama lo siapa kak?" tanya Gaitha.