Kantin ramai hanya karena lawakan 3G dan juga Andi. Terkadang siswa yang melihatnya ikut merasa aneh karena Andi yang masih kelas 10 bisa sedekat itu dengan mereka.
Tak jarang ada yang sudah mulai mau mendekati Gaitha dan meminta maaf akan kesalahan yang pernah mereka lakukan. Gaitha hanya tersenyum menanggapinya.
"Gue nggak nyangka ternyata yang maling mangga di tempatnya pak Somat itu si Didi njir!" pekik Gideon.
"Gue tambah nggak nyangka ternyata otak lo sudah terinfeksi dengan virus maling!" ucap Galen.
Gaitha terkekeh sambil menikmati mie ayamnya. Andi diam memperhatikan mereka dengan saksama. "Andi kenapa bisa bareng kalian ya?" pertanyaan itu lolos dari bibirnya.
Mereka bertiga sontak menatap Andi. "Mana gue tau!"
"Andi tadi itu mau ngomong tapi lupa," adunya sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Serah lo cil!"
"Andi inget!" jeritnya dengan sangat semangat.
"Apa?"
"Nanti, Andi mau undang kalian ke rumah buat makan-makan. Berhubung mamak Andi lagi baik dia mau masakin kita opor ayam atau mau bikin soto gitu. Kalian mau nggak?"
"Mau!" seru Gideon dan Galen bersamaan.
"Kalau gratisan kita jelas mau," imbuh Galen tanpa malu.
"Awas cil! Galen ini pemborosan!"
"Enak aja lo Gai! Gue ini paling irit dari lo berdua kalau soal makanan!"
"Bohong!"
"Serah!"
"Kalau nggak mau Andi nggak maksa."
"Mau!"
"Nanti, dateng aja kerumah. Rumah yang gerbangnya warna hitam, deket rumahnya bang Alva. Pokoknya tanya aja rumahnya bapak Samsul peternak ayam petelur. Pasti pada tau," ujar Andi.
Mereka bertiga mengacungi Andi dengan kedua jempol tangan mereka.
***
"Gaitha? Baru juga kemarin kamu bawa nama baik sekolah, tapi kenapa sekarang nggak berubah?" Bu Juminten tidak habis-habisnya menasihati Gaitha untuk berubah, tetapi cewek ini saja yang sulit untuk berubah.
Bu Juminten kini menatap keseluruh muridnya yang berada di dalam kelas. "Kalau kalian jadi Gaitha yang membawa nama baik sekolah. Apa yang akan kalian lakukan?" tanyanya.
Seorang anak cowok mengangkat tangannya. "Kalau saya bakalan bangga Bu!"
"Saya bakalan jadi terkenal."
"Saya bakalan latih bakat saya."
"Cukup," titah Bu Juminten. Kemudian ia kembali menatap Gaitha. "Gaitha?"
"Hm?" Gaitha menghentikan aktifitasnya yang sedari tadi menulis tidak jelas. "Gimana Bu?"
"Semisal ada anak yang bikin nama baik sekolah terjunjung. Apa yang bakalan kamu lakukan? Apakah kamu ingin menjadi seperti dia?"
"Jadi diri sendirilah Bu. Ngapain jadi orang lain kalau diri kita sendiri punya bakat dan kemampuan yang jelas orang lain nggak punya."
Gaitha menaruh penanya. "Nggak perlu niru gaya orang lain untuk terlihat baik dan terkenal. Setiap orang punya cara dan jalannya masing-masing untuk mencapai kesuksesannya." Ia kembali mengambil penanya dan menulis lagi. "Kalau kalian mau dikenal banyak orang dan membanggakan orang tua bahkan tempat kalian menempuh pendidikan. Maka, ubah mindset kalian bukan ubah kepribadian."
Seisi kelas memandang Gaitha dengan takjub. Tidak pernah selama ini mereka melihat Gaitha kalem seperti ini.
"Ibu? Saya mau izin ke kamar mandi kebelet!" pekik Gaitha yang sudah lebih dulu berlari meninggalkan kelas sebelum di izinkan.
"GAITHA!" teriak Bu Juminten yang sudah angkat tangan akan sikap bodokamat Gaitha.
***
Selepas pulang sekolah Gaitha sudah menunggu Andi dan 2G untuk berkunjung ke rumah Andi memenuhi undangan makan bersama. Setelah, bolos berkedok izin ke kamar mandi Gaitha tadi langsung bablas bolos sampai jam terakhir. Gideon dan Galen yang ingin ikut bolos tidak tau kemana perginya cewek itu.
Cewek yang suka menggunakan topi itu hanya sibuk memainkan ponselnya dan bersenandung pelan. "Mana sih mereka lama!"
Cewek itu merasa panas dan melepas topinya untuk mengipasi wajahnya yang tidak tahan. "Mendingan gue tadi langsung balik aja kayak gini."