Angin pagi hari sudah berhembus menggoyangkan dedaunan yang ada di pohon serta yang sudah berjatuhan di tanah. Dedaunan itu terbang mengikuti arahan dari angin yang berhembus itu.
Gaitha hanya tersenyum melihat dedaunan itu. Sedari kecil dulu ia selalu suka melihat daun, entah itu daun kering atau hijau. Serasa ia sedang melihat dirinya sendiri, namun hanya seperkian persen saja.
Gadis dengan topi yang selalu melekat di kepalanya itu berjalan sambil bersenandung pelan di sepanjang koridor. Semenjak kejadian di waktu kelas 10 dulu membuatnya selalu gemar menggunakan topi. Alasannya sampai detik ini juga belum diketahui.
"Gita! Lo harus kuat dan jangan nangis lagi!" Gadis itu menyemangati dirinya sendiri dan tersenyum.
Senyumnya terukir indah ketika mendengar kabar bahwasannya Alva sudah membaik dan bisa pulang hari ini. Meskipun, mereka sudah berstatus mantan pacar, tetapi Gaitha masih menyimpan rasa yang sama. Bagaimanapun juga hubungan mereka sudah begitu lama terjalin.
"Lo sehat selalu ya?"
***
Alva sudah diizinkan untuk pulang. Tetapi, ia malah ngeyel ingin berangkat sekolah. Alhasil Andi yang harus selalu membantu cowok itu ketika membutuhkan bantuannya.
"Ngerepotin banget sih bang!" Andie dengus pelan sembari membantu Alva membawa tasnya.
"Kalau nggak ikhlas gue bisa bawa sendiri Cil!" Alva hendak meraih tasnya tapi sudah dijauhkan oleh Andi. Sebenarnya Alva tau perasaan Andi yang begitu sakit melihat kondisinya saat ini. Rasa sayang anak itu sudah melebihi batas kapasitas sebagai seorang tetangga. Andi selalu dijaga oleh Alva sedari kecil, bahkan keluarga keduanya sudah menganggap mereka seperti anak masing-masing.
"Lo masih lemah nanti ambruk lagi! Gue nggak mau kalau lo sakit lagi!" ceplosnya. Refleks Andi langsung menutup mulutnya rapat-rapat.
"Khawatirkan sama gue?" goda Alva sembari terkekeh pelan. "Gue tau kalau gue ini begitu tampan dan ngangenin!"
"Siapa bilang?" elaknya.
"Suara, ekspresi dan muka lo nggak bisa bohong! Pasti lo nangis waktu gue di rumah sakitkan?"
Wajah Andi begitu merona mendengarnya. Malu, ia dia malu karena Alva bisa puas mengejeknya saat ini.
"Tapi, gue nggak separah Miss," ujarnya.
Alva mengerutkan dahinya. "Miss?" ulangnya.
"Miss. Perkel!" Andi menjawab kebingungan Alva.
"Perkel apaan Cil? Perkedel?"
"Permen sikel! Itu lo kakak cantik gebetan gue yang gagal! Terus suka makan permen kaki." Andi kesal sendiri jika mengingat kejadian dimana ia sudah mengungkapkan sosok wanita yang ia kagumi dan ia telah mendebutkan status baru untuk menjadi fansnya. Tetapi, kenyataan terkadang memang menyakitkan. Ketika Andi tau Gaitha ternyata adalah mantan tetangganya dan masih mencintainya.
"Gaitha!" sentak Alva yang tidak segan mendorong bahu Andi.
"Gue lupa bang."
"Emangnya Gita nangis kenapa?" tanya Alva penasaran.
"Ya nangisin lo lah bodoh!" Andi mengerucutkan bibirnya dan bersedekap dada. "Aneh aja mantan nangis kejer dan ngerasa sakit tapi malah pacar lo nggak nangis sama sekali! Bahkan tu cewek malah duduk anteng dan nempel mulu sama bunda."
"Maksud lo Gita masih sayang sama gue?"
Andi hanya berdeham. "Sayang banget keknya. Ngerasa bersalah dia gara-gara pernah mutusin lo. Padahal dia mutusin lo karena bunda-kan? Miss, itu setia orangnya. Bahkan dia belum pernah pacaran lagi sama cowok lain kecuali lo doang bang."