Malam ini dengan gemelapnya lampu yang menghiasi sudut tempat ini. Aroma melati dak juga lavender ikut menemani mereka. Gaitha dan papanya sudah bersiap akan makan malam bersama. Sudah lama mereka tidak pergi berdua seperti ini. Papanya selalu sibuk bekerja sampai lupa mengurusi kesehatannya.
"Papa jangan lupa istirahat yang cukup dan di minum obatnya!" Gaitha akan menjadi orang nomor satu yang akan setia mengomeli papanya. Dari hal terkecil sampai terbesar. Kesehatan adalah hal yang selalu Gaitha jaga dari papanya, tanpa papanya mungkin ia tidak mampu untuk hidup.
Renal tersenyum manis melihat putrinya sudah memiliki pemikiran yang dewasa saat ini. Tangannya terangkat untuk menyibakkan rambutnya. "Putri papa udah dewasa ternyata."
"Papa! Rambutnya Gita nanti kusut!" rengeknya seraya membenahinya.
Sekali lagi hati Renal tenang melihat putrinya ini. "Sudah penuh mau duduk dimana?" tanyanya yang menyapu pandangan di sekitar tetapi tidak mendapatkan tempat kosong.
Gaitha juga tersenyum masam melihat kondisi restauran ini. "Salah tempat nggak sih pa?"
"Enggak."
"Tapi, udah penuh gimana?"
"Iya juga."
"Nggak mau cari tempat lain aja?" Gaitha memberikan sarannya yang paling ampuh. Kapan lagi dirinya bisa menghabiskan waktu bersama papanya setelah sekian lama papanya itu sibuk bekerja. "Papa jangan kecapean berdiri!"
"Penuh semua sayang." Tatapan Renal jatuh pada sebuah meja no. 27 dimana masih terlihat kosong. "Disana ada yang kosong," ujar Renal dengan tersenyum.
Banyak tatapan melihat Gaitha dengan jijik karena dinner bersama lelaki hang jarak usianya terlihat jauh itu. Telinganya mendengar semua itu dan mengabaikannya. Bukan Gaitha namanya jika tidak berhasil membuat orang lain langsung kicep akan perkataannya.
Mereka berdua berjalan menuju meja kosong itu. Tidak lupa Gaitha melontarkan kata yang ditujukan pada sosok perempuan yang duduk bergerumbul itu. "Masih mending bokap gue ada yang lirik! Maklum masih muda tampangnya. Emangnya kek tetangga gue yang gadis suka ngerayu om-om yang jelas usianya jauh!"
"Bangga kok jadi pho!" Gaitha terkekeh sembari membantu papanya berjalan. Mereka yang mendengarnya langsung menatap Gaitha kesal.
"Jangan gitu lagi nggak baik."
"Gita sebel pa! Mereka ngejudge Gita seenak jidat mereka!" Ia menghentakkan kakinya pelan karena kesal. Untung saja ia memakai baju yang cukup feminim untuk cewek, coba kalau pakai pakaian biasanya yang cukup memakai celana dan juga kaos atau Hoodie, pasti sudah di tendang menggunakan kakinya.
***
Mereka sampai pada meja yang kosong. Mungkin takdir berpihak pada mereka malam ini hingga masih di sisakan satu meja yang kosong.
"Ini nggak ada yang nempatin, pa?"
"Permisi? Ini meja saya," ucap seseorang. Mereka kompak menoleh siapa yang memanggil.
"Alva? Ngapain lo disini?" Gaitha terkejut melihat Alva ada juga disini. "Mau dinner sama siapa?"
"Sama pacar guelah!" Sombongnya. Lalu, ia menyugarkan rambutnya ke belakang dan tersenyum puas melihat perubahan wajah Gaitha. Ia memperhatikan Gaitha dari ujung gambut hingga kakinya dan berdecak kagum. Melihat hal itu Alva menggelengkan kepalanya pelan. "Ternyata mantan gue udah jadi cewek," kekehnya.
"Emangnya gue apa kalah bukan cewek?" colotnya.
"Cewek jadi-jadian!" Tawa Alva pecah tanpa malu sedikitpun di pandangi oleh pengunjung lainnya. "Biasanya lo paling anti pakai pakaian kayak gini!"