Gaitha

Lisa Ariyanti
Chapter #40

Kepergiannya yang terlalu cepat

Setelah mendengar pengakuan dari Gaitha tadi membuat 2G dan 2A membulatkan matanya sempurna. Meski sudah berjalan begitu lama hal itu masih melekat tenang di benak mereka.

Kini mereka duduk di sofa sebuah ruangan bernuansa putih. Bau obat-obatan yang begitu menyeruak masuk ke indera penciuman.

Gideon hanya tersenyum melihat Gaitha yang juga tersenyum bahagia bersama mamanya. Ia masih bersyukur bisa melihat mamanya dari kecil meski hanya sebuah keributan yang selalu ia lihat.

"Gue seneng lihatnya," gumamnya.

Sedangkan, disisi lain Galen menghembuskan napasnya berat. Sesak di dadanya kini datang lagi. Bukan karena memiliki sebuah penyakit mematikan, namun rasa sakit karena tidak bisa merasakan apa yang teman-temannya rasakan. Sedari kecil ia hanya bisa memandangi wajah mamanya dari foto yang neneknya berikan. Papanya tidak pernah mau memberitahunya akan seperti apa wajah mamanya.

Sakit hatinya begitu banyak sampai ia menangis semua mengira hanya sandiwara. Terkadang yang tersenyum belum tentu bahagia dan yang menangis bukan berarti sedih. Air mata bukan dikeluarkan ketika kita merasa sedih saja, tapi air mata keluar juga ketika kita merasa bahagia.

"Mama kapan Galen bisa ketemu mama? Galen juga mau dipeluk dan disayangi sama mama. Galen nggak pernah ngerasain yang namanya dipeluk seorang ibu. Bahkan ketika baru lahir pun mama belum sempat gendong aku." Galen menangis dalam diam dan hatinya begitu pilu.

Gideon melirik Galen yang sedari hanya diam. Namun, tak ingin menanyainya terlebih dahulu karena tau jika Galen terdiam maka ia tidak tahan dengan pedih di dalam hatinya. Meskipun, hatinya sakit menahan kerinduan tetapi ia tetap semangat hidup ini semua demi orang yang menyayanginya.

Galen terdiam dan tidak ingin berbicara karena bisa-bisa semua orang melihatnya tengah bersedih dan sedang menahan air matanya.

"Mama kenapa nggak mau makan? Katanya mau sembuh?" Gaitha terus mengajak mamanya untuk berbicara meski tak ada respon.

Beberapa menit kemudian mamanya tersadar dan tersenyum. "Jangan sedih. Kalian semua jagain Gaitha dengan baik, ya? Jangan biarin dia sendiri."

"Kan ada mama." Gaitha memandangi mamanya dengan lekat. Rasanya masih belum bisa mengalihkan pandangannya dari mamanya.

"Mama nghak bisa lama-lama. Alva?" Alva mendekati mamanya dan membawa sebuah kotak yang diminta oleh mamanya tadi.

"Ini, ma."

"Buka aja," pintanya.

Alva menuruti perintah dari mamanya dan membukanya. Matanya menatap tidak percaya akan hal ini. Setelah membukanya Alva menatap mamanya. "Mama dari kapan nyiapin ini?"

Alva mengeluarkan barang tersebut dan memberikannya satu pada Gaitha. "Buat lo dek." Gaitha menerimanya dengan senang.

Sebuah headband kepada Gaitha yang ada lambang namanya yaitu G dan A. Mereka tersenyum melihatnya. Entah, dari kapan mamanya mempersiapkan semua ini.

Alva dan Gaitha sejak kecil memang paling suka dengan benda seperti itu dan anehnya mereka akan selalu membeli barang yang sama. Entah, itu bentuk atau warnanya yang berbeda, hingga mereka memiliki koleksi tersendiri. Mungkin yang namanya ikatan batin sulit untuk di hilangkan. Alva suka menggunakan headband sedangkan Gaitha suka menggunakan topi.

Alva yang dulu terkenal dengan kapten basket yang suka menggunakan headband itu terlihat sangat tampan dan juga Gaitha terlihat kesan tomboynya. Keduanya nampak serasi dan begitu banyak orang yang iri dengannya. Kedekatan Alva dulu sering membuat buah bibir bagi penggemarnya yang mana tidak suka dengan Gaitha yang bar-bar.

Gaitha menatap hadiah itu dengan tidak percaya. "Mama udah nyiapin ini dari kapan?" Tangannya mengangkat benda itu dan memperhatikannya dengan tersenyum, lalu beralih menatap mamanya.

"Dari umur kalian menginjak 16 tahun. Mama mau lihat anak mama yang cantik dan tamvan ini pakai pemberian mama. Udah lama mama mau ngasihnya tapi belum nemu waktu yang pas, terlebih mama belum tau dimana putri mama."

"Alva jagain Gaitha. Atha?"

"Iya, Tante?" Atha yang dipanggil langsung mendekat ke arah Gistha.

"Jagain Gaitha, ya? Tante tau kamu baik dan sayang sama Gaitha. Kalau bisa jadi pacarnya, biar si Alva nyari yang lain." Atha tercengang mendengar hal itu.

Lihat selengkapnya