Suasana pemakaman begitu haru sehingga mereka tidak kuat untuk menahan air matanya berjatuhan. Berbeda dengan Alva dan Gaitha yang kini hanya terdiam dan tidak mengeluarkan air mata. Seperti sudah habis stok air matanya itu ketika sedari rumah sakit tadi terus menangis.
Gundukan tanah itu kini sudah menjadi indah dengan taburan bunga di atasnya. Berbagai jenis bunga yang mereka taburkan dan tidak lupa dengan sebuah foto cantik dengan senyuman yang manis. Berita kematian Gistha tentu menarik perhatian awak media karena sang bintang legendaris harus tutup usia di usianya yang terbilang cukup muda.
Gaitha tidak menghiraukan pertanyaan yang muncul dari para wartawan karena menurutnya ini masalah pribadi dan tidak semua orang harus mengetahuinya. Tentu akan hal ini identitas Alva dan Gaitha juga terkuak dengan status baru mereka sebagai saudara kembar yang telah terpisah sejak mereka kecil.
Setelah proses pemakaman selesai dan pembacaan doa telah usai, kini Alva merangkul Gaitha untuk mengajaknya pulang. "Pulang dulu kasihan kalau kamu kecapean," ujar Alva.
Mereka meninggalkan area pemakaman yang sudah sepi. Langkah mereka seakan enggan untuk pergi dari sana. Gaitha baru meninggalkan pemakaman itu dengan enam langkah, kemudian ia berhenti. Ia mendongak melihat wajah Alva, "Apa benar setelah kita meninggalkan pemakaman dan setelah langkah ketujuh apa malaikat udah mulai nemui mama?"
Alva tidak menjawabnya. "Pulang sekarang, jangan banyak pikiran." Gaitha menghembuskan napasnya perlahan sebelum meninggalkan area pemakaman itu dengan nyata.
***
Sesampainya di rumah Gaitha tidak ingin berjauhan dengan Alva, ia menganggap bahwa Alva adalah penyemangat dalam hidupnya. Baru saja mengetahui takdir yang begitu mengejutkan membuat mereka kini saling mendukung.
"Gita mau ketemu sama mama," lirihnya.
Alva terus mengusap puncak kepala Gaitha dengan kepala yang bersender di dada bidangnya. Cowok itu berusaha untuk menutupi air matanya dan terlihat tegar. "Mama udah tenang. Nanti, kalau kakak pulang ikut mama kamu jangan nangis ya?"
Sontak Gaitha langsung bangkit dari dada Alva, ia memperhatikan Alva dengan tidak suka. "Ngomong apa sih lo? Nggak usah ngasal gitu!"
"Umur nggak ada yang Gita, bisa aja besok atau kapan pun itu, bukan gue tapi mungkin lo dulu atau siapapun itu. Kita cuma pelaku dalam drama ini."
"Tapi, nggak usah ngomong gitu. Seolah-olah kamu udah mau pergi jauh dari aku. Aku maunya kamu itu selalu ada buat aku."
"Kamu cari pacar geh! Capek liat kamu kek gini terus!"
"Nggak mau, belum nemu yang cocok sama aku."
"Udah sama Atha aja. Cocok lo berdua!" Alva memberikan saran paling top markontop. "Beda agama apa itulah nanti cari solusinya kalau ada," tuturnya.
"Sembarangan!"
"Malem tidur dulu, besok sekolah jangan lupa. Itu matanya bengkak. Kalau mau nangis, nangis aja jangan ditahan."
"Janji nggak ninggalin Gita kan?"
Alva menggelengkan kepalanya pelan.
"Janji dulu."