Lima belas tahun yang lalu, ketika Asih berumur sembilan tahun, di atas tebing tempat Asih melakukan uji keberanian dengan menaiki pohon jambu yang ada di ujung tebing itu. Sialnya Asih dan anak lelaki yang berusaha menyelamatkannya terjatuh dari tebing setelah pohon jambu yang Asih panjat, roboh dikarenakan tanah tebing itu mengalami longsor kecil.
Anak laki-laki yang baru dia temui itu pun ikut terjatuh, padahal dia sempat memegang tangannya Asih. beruntung sepasang tangan besar yang berbulu itu menangkap mereka berdua dan langsung menarik ke tempat yang aman. Seorang lelaki tambun dengan tinggi badan diatas rata-rata, serta jenggot yang tebal itu sangat mengintimidasi. Semua orang yang melihatnya akan ketakutan. Kecuali Asih, gadis itu memeluk pria besar itu sambil menangis dan berteriak.
“ABAAAH!”
Rupanya pria tersebut ayah Kinasih, seorang insinyur pertanian yang mengabdikan diri untuk masyarakat sebagai petani yang bermanfaat bagi semua. Asih memeluk Abahnya itu dengan erat. Abah tak memarahi Asih, justru dia memeluk lagi Asih dengan erat, meredakan luka batin Asih yang hampir di ujung kematian. Anak lelaki itu melihat kagum dan sedikit iri dengan hubungan anak-ayah yang harmonis itu.
“Abaaahh.. ko abah bisa datang?”
“Ogi dan Asep yang ngasih tau abah kalo Asih dalam masalah, mereka panik dan mati-matian ngajak Abah kesini, untung Abah tepat waktu.”
Ternyata Ogi dan Asep berlari sekencang-kencangnya meminta bantuan dan kebetulan Ayahnya Asih sedang bekerja di ladang dekat tebing itu. Asih baru teringat bukan hanya anak kota itu yang menyelamatkan nyawanya, Ogi dan Asep juga berpengaruh besar, Abah yang siap siaga menjaga Asih dan bukan kali itu saja Asih bikin masalah lalu Abah yang harus menyelamatkannya.
Tapi anak laki-laki itu tak pernah Asih jumpai lagi setelah kejadian itu, bahkan Asih belum sempat menanyakan namanya. Asih berjanji dalam hati jika dia bertemu lelaki itu dia akan berterima kasih kepadanya.
***
Asih bernostalgia dengan asyiknya hingga dia tersadar sudah sampai di stasiun kereta di desanya. Tinggal menaiki satu angkot lagi dia akan sampai di rumah sakit tempat Abah dirawat. Sampailah dia di rumah sakit itu, walaupun sedikit canggung, Asih mulai memasuki ruangan tempat Abah dirawat.
Di ruangan itu terlihat seorang lelaki tua yang dahulu tinggi besar sekarang menjadi kurus, janggutnya yang tebal seiring waktu menjadi putih beserta semua rambutnya. Asih tak menyadarinya perubahan itu ketika Ayahnya datang ke kosan kemarin, dia hanya meluapkan emosi sesaat tanpa melihat keadaan Ayahnya yang tak sesehat dulu.
Selang oksigen menancap di hidungnya membantu dia untuk bernafas, matanya yang kosong mulai melirik Asih yang berjalan masuk kedalam ruang rawat inap itu. Wajah Abah yang pucat itu menyeringai, sedikit lebih segar ketika anak kesayangan nya tiba untuk menjenguknya. Tak ada dendam ataupun amarah yang terpancar pada dirinya terhadap Asih yang berkata buruk padanya kemarin. Hanya senyum seorang Ayah yang baik menyambut kedatangan putrinya itu.
“Asih, maaf ya bikin kamu kesini karena Abah sakit.”
“Abah, harusnya Asih yang minta maaf duluan.”
Asih memeluk Abahnya dengan mata yang berkaca, lalu menangis karena kesalahanya dan menangis akan kondisi Abahnya yang sangat memburuk.
“Asih, mana calon suami kamu?" Tanya Abah.
“Abah ini, gak mungkin Asih bisa cari suami dalam waktu satu hari.” Sambil menyeka air matanya.
“Hehe iya juga yah.”
“Eh iya, Asih beliin bubur kesukaan Abah, kita makan yah!”
“Asih masih inget bubur kesukaan Abah, Abah jadi seneng.”