Disuatu sore hari di depan sebuah masjid di Jakarta, Asih terjatuh dalam pangkuan pangkuan Ustadz Furqon. Mereka saling memandang dan terkagum oleh ketampanan dan kecantikan masing-masing.
“Ehem..”
Zoe mengagetkan mereka hingga mereka buru-buru berdiri. Asih meminta maaf pada Ustadz Furqon, begitupun lelaki itu melakukan permintaan maaf atas tindakan nya.
“Pak Ustadz, ingat bukan muhrim.”
“Astagfirullah, maafin saya ya.” Furqon menyesali perbuatanya.
“Gapapa ko Pak Ustadz, kalo ga di tangkap saya bakalan jatuh ke tanah.” jawab Asih
“Tentu, memang Pak Ustadz harus menangkapmu Kinan.”
“Kau ini.” Asih mencubit perutnya Zoe.
***
“Ngomong-ngomong, ada apa ya kalian tadi ngejar saya?” Tanya Ustadz muda itu.
“Ini pak Ustadz ada yang mau kenalan, kenalin ini Kinan Pak Ustadz.”
“Boleh, tapi jangan panggil saya ustadz kalau di luar pengajian.”
“Kenapa pak?” Tanya Asih,
“Ustadz berarti guru, dan sekarang saya sedang tidak memberikan kalian pelajaran, jadi jangan panggil saya Ustadz, panggil saya Furqon saja.”
“Aw… udah ganteng, soleh, rendah hati juga.. Beneran cocok banget ini mah?” ejek Zoe kepada Asih.
“hey jangan seenaknya baca suara hati seseorang.” Asih memarahi Zoe.
“Sebenarnya ada apa? saya jadi bingung.”
“Sebenarnya saya ada permintaan Ustadz.” Ucap pelan Asih.
“Udah Ustadz lagi, panggil aja Furqon. permintaan apa itu? Selama saya bisa saya akan membantu.”
“Udah Fix inimah cocok, Pak Ustadz MAU GA JADI SUAMI DIA?”
“Hah,, Suami?”