Cindy, gadis yang berumur delapan belas tahun itu mengalami hari yang cukup buruk. Seharusnya hari ini menjadi hari bahagia untuknya, dia merayakan kelulusan dari sekolah menengah atas dengan mencoret-coret baju seragamnya. Setelah perayaan itu selesai, anak manja itu menelpon Ayahnya yang merupakan kepala desa untuk menjemputnya. Dia menelepon seolah Ayahnya itu bisa datang kapan saja.
Naasnya dia, mobil yang dia naiki bersama Ayahnya dicegat gerombolan warga yang melakukan protes kepada Ayahnya sang Kepala Desa. Takut, Sedih dan Panik dia rasakan melihat warga yang penuh amarah meminta penjelasan dari Ayahnya itu.
“Nak, kamu tunggu disini ya.”
Sebuah kata yang paling tidak mau dia dengar muncul dari mulut Ayahnya. Dalam kondisi ketakutan, Cindy di tinggal sendirian di dalam mobil dan hanya bisa melihat Ayahnya yang pergi entah kemana.
Sudah cukup lama Cindy menunggu namun bukan Ayahnya yang kembali, segerombolan warga yang jauh lebih marah mendatangi mobil itu. Ada yang mengintip ke arah dalam mobil, ada juga yang mengetuk-ketuk kaca mobil. Semua itu membuat Cindy ketakutan dan langsung menelpon Ayahnya.
Beberapa saat kemudian seseorang muncul, Pria tinggi dengan kemeja coklat serta janggut tipis yang menghiasi pipinya muncul dan mencoba melindungi mobil Cindy.
“IBU BAPAK! PAK KADES ADA DI LAPANG SERBAGUNA, DIA MAU MENGUMUMKAN SESUATU.”
Pria tersebut berteriak, namun warga hanya diam. Lalu dia melihat kearah kaca mobil dimana terdapat Cindy yang duduk sambil ketakutan.
“Tok tok tok” Pria itu mengetuk kaca Cindy.
“Dek.. Saya Furqon.”
Cindy terkejut ternyata orang yang Ayahnya sebut saat dia menelpon, yang akan menjemputnya di mobil ternyata seorang pria muda dan tampan. Cindy pun mengambil kunci mobil dan membuka pintu itu seolah percaya pada Furqon. Kemudian Furqon merentangkan tangannya dan melindungi Cindy dari kerumunan warga. Bagi Cindy, lelaki ini sangat keren dan berwibawa ketika dia mengawalnya melewati kerumunan itu, dan warga pun seolah menuruti perintahnya untuk menyingkir.
Cindy terpesona saat itu juga, apalagi Furqon melindunginya ketika ada warga yang mencoba menyentuhnya. Tanpa sadar dia memeluk tangan Furqon karena takut, dan Furqon menenangkan Cindy dengan anggukan. Cindy memegang tangan Furqon yang kekar, keras dan berotot, hanya dengan memegang tanganya saja Cindy bisa tahu bahwa lelaki yang dia pegang adalah seorang pekerja keras. Beberapa warga mencemooh dan berteriak melihat tindakan Furqon, namun gadis itu tak mempedulikanya. Dia menempel pada Furqon seolah dia siap dibawa kemanapun dia pergi.
“Apa ini? rasanya jantungku berdegup kencang. mungkinkah aku, jatuh cinta?”
Sebelumnya selama masa sekolah, Cindy tidak pernah berpacaran karena sikapnya yang manja ditambah anak kepala desa, sehingga tidak ada lelaki yang mau mendekatinya. Karena itu pun Cindy jarang memperhatikan laki-laki sehingga dia bingung dengan perasaan yang dia rasakan sekarang. Untuk pertama kalinya dia merasakan cinta pada pada pandangan pertama.
Namun cintanya patah seketika Furqon membawanya ke rumah dan mengenalkan dia kepada kedua istrinya.
“Umi.. Mama.” Teriak Furqon.
“Manggilnya ko beda si.” Cindy kebingungan.