"Galaksi?"
Pukul 10 malam. Suara motor Galaksi masih terdengar kencang di depan basecamp Walmond.
"Lo gak balik?"
Suara Sam meninggi, agar terdengar oleh Galaksi.
"Nanti."
Sam mengembuskan napasnya. "Gue denger, tadi lo nemuin Irish?"
Mendengar nama Irish disebut, Galaksi mematikan motornya, lalu duduk di bangku yang terbuat dari ban karet yang sudah dimodifikasi.
"Nemuin gimana?"
Sam terdiam, ia memikirkan kembali pertanyaannya tadi.
"Sam?"
Sam menggelengkan kepalanya. Ia tidak menjawab apapun dan memilih masuk ke dalam basecamp.
Sekitar 10 menit kemudian, Sam kembali keluar dengan jaket kulit berwarna hitam berlogo khas milik Walmond dibagian belakangnya.
"Lo mau kemana?"
"Balik."
Sam mengambil salah satu helm hitam bertuliskan namanya yang berjejer rapi di rak kayu depan basecamp.
Malam itu, setelah Sam pulang, Galaksi duduk sendirian di depan basecamp. Ia memikirkan banyak hal tentang Irish, gadis bermata cokelat yang membuatnya bertanya-tanya.
Ada yang berbeda dari gadis itu. Ia tidak tertarik sama sekali dengan Galaksi, bahkan beberapa kali ia seperti bersikap menantang padanya.
Irish, siapa gadis itu sebenarnya?
.
5 × 3 - 10
Walmond
.
Galaksi melangkah santai di koridor sekolah. Banyak mata yang memandangnya dengan tatapan kagum. Bagi mereka, Galaksi bukanlah manusia. Ia lebih seperti dewa yunani yang memiliki ketampanan luar biasa.
Potongan rambutnya, bentuk wajahnya, mata dominannya, hidungnya, rahangnya, semua terpahat dengan sempurna.
"Galaksi!"
Terdengar suara yang tidak asing memanggil namanya. Ia menolehkan wajahnya, ternyata Alana sedang berdiri di ujung koridor sembari menatapnya serius.
"Lo ngapain?"
Galaksi dan Alana, mereka sepupuan. Rumah mereka juga berhadap-hadapan. Hanya saja ketika di sekolah, mereka berusaha untuk terlihat tidak saling mengenal. Apalagi di depan Irish.