Senin, pagi hari.
Pukul 06.30 WIB—SMA Kartini Jawa Timur.
Galang berdiri di depan kelas dengan ekspresi dingin dan sikap angkuh.
Saat seorang gadis bernama Indah mendekatinya dan mengulurkan tangan untuk berkenalan, Galang menolak dengan kasar, mendorongnya hingga Indah terjatuh.
"Ah, sakit!" pekik Indah sambil meringis.
"Jangan harap bisa menjadi temanku. Aku tidak butuh teman wanita," katanya dengan nada tajam dan penuh kesombongan.
Sarah, seorang gadis berparas cantik yang kebetulan melintas terkejut mendengar kegaduhan pagi itu.
Ia terperangah dan penasaran. Siapa dia? Pemilik suara khas serak dan berat itu terdengar berbeda, seolah menuntun langkah Sarah untuk mendekatinya, bukan tanpa sebab, ia penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi hingga seriuh itu.
"Kamu pasti bercanda, 'kan, Lang? Tarik ucapanmu. Kita ini bukan makhluk individu. Lagi pula, kita baru masuk sekolah. Wajar jika semua ingin berkenalan dan menambah teman," ucap Ranu, sahabat dekat Galang, mencoba meredakan suasana.
Sarah terus mendekat. Ia membiak keramaian.
Galang hanya diam lalu berusaha mengalihkan pandangan, matanya mengedar ke sekeliling ruangan kelas. Tatapan tajamnya mungkin mampu membuat takut siapa pun yang ditatapnya. Tapi tidak dengan gadis bernama Sarah.
Galang adalah pemuda yang sangat tampan di sekolah. Postur tubuhnya proporsional, kulitnya putih—perpaduan keturunan Cina dan Belanda. Di kelas, ia satu-satunya pria yang mencolok dan mampu mencuri perhatian kaum hawa.
Ruangan kelas semakin ramai dengan siswa-siswi baru yang berdatangan. Maklum, ini hari pertama masuk sekolah.
Suasana bertambah riuh hingga gaduh saat Galang melintas. Ia memang piawai mencuri perhatian, bahkan rumornya juga terkenal pemilih untuk urusan mencari teman.
Bukan hanya karena wajah tampannya, tapi juga sikap percaya diri dan kesombongannya yang kerap membuat kesal.
Indah, yang semula mengulurkan tangannya, masih tersungkur di lantai. Tidak ada satu pun yang berani mendekat, apalagi menolongnya.
Ini hari pertama bersekolah di SMA Kartini. Seharusnya menjadi pengalaman yang indah untuk dikenang, bukan kenangan pahit yang menorehkan luka.
Sarah yang berhasil mendekat, terbelalak melihat seorang wanita seusianya dipermalukan begitu saja di hadapan teman sebaya.
"Hei kamu, pria angkuh, sombong, apapun itu! Jangan terlalu percaya diri. Mungkin saja banyak gadis setengah gila ingin mengenal kamu. Tapi ingat ini, menyapamu saja aku enggan." Sarah mendekati Indah lalu membantunya berdiri.