Hari itu terjadi salah paham besar antara Galang dan Sarah. Secarik surat milik Ingrid, mematahkan hati.
Usai bel istirahat berbunyi, Sarah memilih bersandar di ambang pintu. Derap langkah yang iramanya selalu sama, membuat gadis berambut blonde itu tiba-tiba berbalik.
Bruuuk!
Tubuh Sarah nyaris terpental seandainya tangan Galang tidak sigap menangkapnya. Ya. Mata tajam bak belati itu lagi. Tatapan mata keduanya kembali beradu.
"Lepas!" seru Sarah dengan suara lantang bercampur gemetar.
Pertanda ia menahan marah.
"Kamu kenapa? Aneh, bukan kamu yang seharusnya marah, Ra! Aku lihat kok, kamu kasih surat cinta 'kan buat si Anton anak kelas 2?"
Kening Sarah berkerut. Ia mencoba mencerna ucapan Galang yang terdengar penuh dengan nada berseteru.
"Itu surat Kak Ingrid, ia sakit. Aku cuma nitip karena Kak Anton ketua kelasnya," sahut Sarah mencoba menjelaskan.
Galang tersenyum getir. Sombong. Ya. Itu memang ciri khasnya.
"Alibi," ungkapnya nyaris pergi.
Naasnya, tangan Sarah bergerak cepat menahan. Bukan karena tak mau disalahkan. Entah apa yang ia rasakan. Mungkin karena melihat kebersamaan Galang dengan teman sebangku Sarah sebelumnya, belum lagi pengakuan Martina tentangnya.
"Galang, aku menyesal kenal kamu!" seru Sarah sambil menarik kerah seragam Galang.
Pria tertampan di sekolah itu tak mau kalah. Buku jemarinya menggenggam erat tangan Sarah, bukan untuk dielus. Melainkan ia hempaskan dengan kasar seketika. Sementara itu, sorot matanya tidak sedikitpun melepaskan tatapannya.
Hening. Galang bergeming. Tak ada lagi kalimat sanggahan, ia berlalu begitu saja melewati Sarah yang masih membeku di pijakannya.
'Kamu jahat, Galang. Aku kecewa sama kamu,' batin Sarah menangis.
Kemudian, bulir bening dari pelupuk mata Sarah mengalir deras. Tubuhnya ambruk di lantai halaman kelas. Beruntungnya, Kurniawan datang membantu.
"Wan, jangan bantuin aku lagi," sergah Sarah dengan tatapan kosong.
"Kenapa? Galang 'kan memang begitu! Gak perlu dipusingkan. Nanti kalian juga baikan lagi."
Sarah menghela napas berat.
"Kamu juga bagian dari Genk dia 'kan? Sudahlah, Wan kalian sama saja!"
Kurniawan menggaruk kepalanya dengan ekspresi bercampur bingung.
Lalu Sarah bangkit dan meninggalkan Kurniawan sendiri.