GALLENTERA

Adella Kusuma
Chapter #2

Chapter 02


Pukul empat dini hari, Gala bangun sembari menggaruk-garuk wajahnya. Kantuk dan rasa gatal yang menggerogoti dirinya membuat cowok itu gelisah, Gala bangun dan berjalan ke arah saklar lampu, setelah kamar itu terang, ia melihat wajahnya di kaca.

Ruam merah di pipinya seperti bentol karena digigit nyamuk hampir mendominasi wajah dan leher Gala. Gatal dan panas. Urtikaria atau yang biasa disebut biduran. Gala tahu kondisi itu karena cowok tersebut memang memiliki alergi. Namun, sudah lama sekali kejadian itu.

Terakhir kali dia terkena biduran satu tahun lalu karena memakan bakwan sayur di rumah Kenan dan tidak tahu bahwa bakwan tersebut ada udangnya.

Gala keluar dari kamarnya, menuju kamar bunda dan ayahnya. Dari luar samar-samar terdengar suara perempuan sedang mengaji.

Tok, tok, tok ....

Tak lama knop pintu bergerak, menampakkan bundanya yang tengah memakai mukenah terlihat cantik sekali. Kedua orang tua Gala terbiasa bermunajat di sepertiga malam. Kegiatan yang rutin dilakukan suami istri itu dari awal pernikahan.

Devi terkejut melihat paras anak keduanya itu.

“Bun, Gala biduran lagi, nih,” ujarnya menggaruk wajah.

“Astagfirullah ... kamu makan udang semalam?”

“Nggaklah, Bun. Ngapain Gala nyari penyakit.”

“Jangan digaruk, Sayang. Bunda ambilkan obat dulu.” Devi berjalan ke ruang tengah, Gala mengikut di belakangnya.

CTM, CTM,” ujar Devi yang hanya di dengar telinganya sendiri. Tangannya sibuk berkelebat membuka-buka lembaran obat-obat di lemari, matanya membaca setiap nama obat yang tertera di sana.

Gala duduk di mini bar menunggu bundanya, setelah mendapatkan obat Devi menuju Gala dan menuangkan segelas air putih.

“Minum dulu obatnya, Sayang.”

Gala meraih obat dan gelas yang diberikan bundanya, membaca bismillah dan segera meneguk tablet kecil itu.

Kerongkongan cowok itu menampilkan gundukan-gundukan kecil yang terisi air. “Alhamdulillah,” ucap Gala meletakkan gelas di atas meja.

“Makasih, Bun,” ujar Gala.

“Iya sama-sama. Kok, bisa Gala biduran lagi?”

“Gala nggak tahu, Bun. Semalam Gala nggak makan udang, kok. Apa Gala alergi kambing, Bun? Gala habis makan sate kambing soalnya,” tanya Gala ke bundanya.

“Nggak deh, kayaknya. Biasakan kita makan sate kambing juga, dua pekan lalu di acaranya Tante Vita kamu nggak apa-apa,” balas Devi mengingat.

Gala mengingat-ingat, benar kata bundanya. Satu minggu lalu dia baru saja makan sate kambing di hajatan Tante Vita, dan sampai hari ini dia nampak baik-baik saja. Ibu dan anak itu saling beradu argumen. Tanpa mereka ketahui, semalam Bardi memang mengerjai Gala.

Sewaktu kecil, mereka adalah teman sepermainan, Bardi ingat betul saat acara ulang tahun tetangga mereka. Ketika Gala masih SD kelas enam, Lentera berlari pulang memanggil kedua orang tuanya karena Gala bentol sekujur tubuh setelah makan udang tepung asam manis.

Bardi sebenarnya tak ada niat membahayakan nyawa teman kecilnya itu, oleh sebab itu Bardi hanya mencuil sepotong udang yang ia bakar bersama sate kambing, menghaluskannya dan mencampur udang itu ke dalam bumbu kacang. Murni hanya bercandaan seorang Bardi.

Jadi, saat ini biduran yang muncul di tubuhnya karena alergi udang.

Ayah Syarif keluar dari kamar, mendengar sedikit bising dari ruang tengah. Bilik yang remang itu menampilkan dua orang yang dicintainya. Sengaja jika malam hari hanya lampu berwarna kuning yang dinyalakan.

“Ada apa ini? Tumben subuh-subuh sudah pada ribut,” ujar Syarif berjalan ke arah mereka.

“Ini, Gala, biduran lagi,” jawab Devi apa adanya.

“Astagfirullah, kok bisa?” tanya Syarif ketika melihat wajah Gala dari dekat.

“Nggak tahu, Yah,” jawabnya singkat. Masih dengan tangan yang mengusap-usap kuat wajahnya, bundanya marah jika menggaruk bentolan-bentolan tersebut.

“Jadi ke Bandungnya ditunda, nih?” tanya Syarif menyapu lembut pucuk rambut Gala.

“Bunda udah kasih CTM, semoga sebentar pagi udah mendingan. Kita tunggu aja perkembangan Gala,” jawab Devi.

Suara tarhim mulai memenuhi sebagian kecil permukaan bumi, tanda akan masuknya waktu subuh.

“Gala nggak ke masjid dulu ya, Bun. Gala subuhan di rumah aja.” Gala meminta izin.

Devi mengangguk mengiyakan.

“Iya, nanti Ayah berangkat sendiri,” kata Syarif menyahuti.

***

Pukul tujuh pagi Devi memasuki kamar Gala untuk mengecek keadaannya, syukurlah bentolan-bentolan tersebut mulai mengecil, hanya tersisa sedikit sekali dari wajah remaja tampan itu, merahnya pun mulai memudar.

Devi mengusap lembut pucuk rambut Gala, lalu beralih ke pipinya, membangunkan Gala penuh kelembutan.

Cowok itu mengerjap-ngerjapkan matanya, sedikit silau dengan sinar matahari yang masuk melalui gorden yang dibuka Devi.

Gala tertidur lagi setelah salat Subuh, kantuk menyerangnya, efek dari obat yang diminumnya dua jam yang lalu.

“Gimana perasaannya, Gal? Masih gatal?” tanya Devi ketika melihat anak lelakinya menggeliat dalam selimut bergambar dino saurus.

Sambil meraba wajahnya, Gala meminta tolong bundanya mematikan AC yang membuatnya sedikit kedinginan.

Lihat selengkapnya