GALLENTERA

Adella Kusuma
Chapter #6

Chapter 06


“Masyaallah, apa kabar kau, Rif? Udah lama nggak ketemu, makin besar saja badannya,” celetuk Davin—saudara sepupu Syarif—sembari berjabat tangan dan memeluk Syarif sejenak.

Ayah tiga anak itu tidaklah gemuk, hanya saja sewaktu bujang Syarif cukup kurus, sehingga sekarang dikatakan gemuk, padahal sebenarnya tidak. Cukup ideal dengan tingginya.

Diiringi dengan tawa kecilnya, Syarif berucap, “Alhamdulillah baik, iya nih dimasakin makanan enak terus sama istri, jadi makin ngembang,” balas Syarif bercanda.

Gelak tawa terdengar dari Devi, Syarif dan Davin, tapi tidak dengan Gala yang masih merasa asing dan menyesuaikan mood-nya.

Gala menyalami tangan Davin. “Assalamualaikum, Om.”

Davin membalas jabatan tangan Gala. “Waalaikumsalam, wih ganteng sekali kau. Ini Gala yang dulu ingusan itu, ya. Sudah tumbuh besar sekarang. Masih ingat tidak kau sama Om?”

Gala menggelengkan kepalanya sembari tersenyum ragu, dirinya benar-benar lupa siapa orang yang telah menjemputnya, yang dirinya tahu itu adalah saudara sepupu sang ayah, karena sebelumnya Syarif telah memberi tahu Gala jika akan dijemput oleh Davin, saudara sepupunya.

“Kita salat dulu ya, Mas. Biar nggak terburu-buru di jalan.” Devi meminta.

Pernyataan itu langsung disetujui oleh Davin.

“Di bandara ini ada masjid kok,” jawab Davin. “Di dekat parkiran, kita kasih masuk dulu barang-barang ke mobil.”

“Oke, deh.”

Mereka semua berjalan dengan mendorong koper masing-masing, kecuali Arsyila yang berjalan sendiri dan digandeng oleh sang ayah. Sedangkan satu koper lagi diibawakan oleh Davin.

Gala dan keluarganya terus berjalan mengikuti Davin yang berada di dapan. Davin memarkirkan mobilnya tidak begitu jauh, jadi mereka tidak perlu berjalan jauh-jauh untuk sampai ke mobil.

Bim.

Suara mobil terbuka. Davin membuka bagasi dan memasukkan koper yang ia bawakan, kemudian memasukkan tiga koper berikutnya satu per satu. Sudah selesai memasukkan barang ke dalam mobil, Davin menutup pintu bagasi mobil.

“Itu masjidnya di sana.” Davin menunjuk ke arah bangunan cantik dengan atap setengah lingkaran yang di atasnya terdapat ikon bulan dan bintang.

“Kamu sudah salat, Vin?” tanya Syarif.

Davin mengangguk. “Sudah tadi.”

“Kalau begitu kami salat dulu.” Kali ini Devi yang berpamitan.

Ibu jari Davin diacungkan, pertanda dirinya mengiyakan perkataan Devi. “Oke. Saya tunggu di mobil, ya.”

Ya,” jawab Syarif singkat.

“Ayo Arsyila sama Kak Gala.” Gala mengajak Arsyila, mengulurkan tangan kanannya untuk diraih si adik.

Arsyila langsung menyambutnya dengan baik, ia melepas genggaman tangan Devi dan beralih menggenggam tangan Gala. Mereka berjalan lebih dulu dibandingkan Syarif dan Devi.

Di sela-sela berjalan, Gala melemparkan pertanyaan dan lelucon untuk Arsyila. Kakak beradik itu nampak begitu akur, membuat hati kedua orang tuanya tenang.

***

Usai melaksanakan salat zuhur di Masjid Al-Muqorrabin di bandara, Gala tidak langsung kembali menuju mobil omnya berada. Dirinya justru duduk di teras masjid dan melihat ke sekeliling. Ia yang teringat akan bangunan masjid di Jakarta jadi membandingkannya.

Gala memang mempunyai kebiasaan memperhatikan sebuah bangunan, remaja itu sangat tertarik dengan sebuah konsep ruangan, penataan bangunan, hingga ke warna sebuah konstruksi.

“Gala,” panggil Syarif dari arah belakang.

Remaja dengan nama tersebut menoleh ke arah sumber suara, cowok itu hanya menatap sang ayah tanpa mau membuka mulut.

“Mau ke mana dulu habis ini?”

Lihat selengkapnya