Dalam beberapa menit, aula itu terasa hening saat sebuah pertemuan terjadi di dalamnya. Ada sekitar 11 orang penting di dalam aula tersebut, mereka mengenakan baju yang seragam. Pria di sana mengenakan celana lancingan hitam panjang dengan kemeja putih lengan panjang yang ditutup jas hitam, ada dasi hitam menghiasi pakaian mereka dan sebuah kopea hitam sebagai penutup kepala. Sementara itu, wanita di sana mengenakan kebaya putih dengan bawahan kain batik kecoklatan dengan corak batik warna hitam, kesemuanya menyanggul rambutnya.
Orang-orang penting di dalam sana adalah para anggota dewan sebagai perwakilan dari setiap negeri yang masing-masing mengutus dua dewan. Untuk satu orang lagi, dia adalah pemimpin rapat yang mambawa pesan penting dari OPD.
Seorang wanita muda berkulit hitam manis adalah pemimpin rapatnya, dia duduk sendirian di bagian utara ruangan yang di belakangnya terdapat sebuah patung antik berukiran sosok ibu Pertiwi. Di depan wanita itu ada lima meja yang disusun melingkar dari mejanya dengan setiap meja terdapat dua kursi duduk.
Wajah-wajah orang di dalam aula terlihat tegang dan memikirkan sesuatu hingga seorang pria mengangkat tangannya. “Saya tidak setuju dengan pendapat Anda,” ucap Raden Gugur, perwakilan negeri Sabda yang berasal dari tanah Tengger.
Dan wanita paruh baya di sampingnya yang seluruh rambutnya memutih, ikut bicara. Dia adalah Nyai Anteh, perwakilan negeri Sabda dari tanah Badui. “Sejak awal berdirinya OPD, Pancadev tidak setuju dalam perundingan sebab itulah mereka mengutus para dewan sebagai perwakilannya. Apa pihak OPD sudah tidak percaya kami, wahai nona Isogi Korewa?”
Isogi mengetahui hal itu. Bagaimana OPD berdiri dari orang-orang yang merasa menginginkan kebebasan sehingga perang antar negeri bisa dihentikan? Meskipun tujuan OPD berhasil mencegah perang dunia, nyatanya dari setiap pemimpin negeri tidak ada yang menginginkan perdamaian langsung hingga diutus para Dewan untuk mewakilinya.
Isogi mampu membayangkan apa yang terjadi jika Pancadev atau Lima Penguasa Daratan dari negeri besar bertemu pandang, perpecahan bisa saja terjadi. Akan tetapi, keadaan saat ini sungguh berbeda sebab dunia ini terancam. Mengapa masih ada keegoisan dari setiap negeri jika dunia bisa hancur lebur oleh sekelompok orang yang tidak dikenal?
Sebelumnya, mereka telah membahas organisasi Arakar yang menjadi penyebab kekacauan tatanan dunia saat ini. Enam anggota Arakar telah diketahui identitasnya dan mereka sudah tiada lagi. Hanya saja, sampai saat ini sangat sulit untuk mencari tahu sisa anggota Arakar yang masih aktif. Dalam aksinya, Arakar menggunakan jasa pembunuh bayaran dan pencuri bayaran untuk kegiatan kecil. Hanya misi besar seperti yang telah terjadi di tiga negeri, Arakar mengutus anggotanya yang sangat mematikan.
Bisa dipastikan, semua anggota Arakar adalah pengendali batu kelahiran dan mampu menggunakan kekuatan sastra tingkat tinggi, Khodam. Maka, mereka adalah orang-orang yang tidak bisa diremehkan kekuatannya. Masing-masing bisa memiliki kekuatan setara pasukan perang satu negari.
“Tentu saja, sebab itu saya menginginkan sebuah perubahan supaya para pemimpin negeri ikut andil dalam melindungi masyarakat dunia. Kalian semua tahu apa tujuan Arakar dan tiga mahkota elemen dunia telah berada dalam genggaman mereka. Apa perlu setiap negeri mempertahankan keegoisannya? Bisa jadi setelah ini negeri Sabda akan hancur seperti Tirta, Dhara dan Dirga.”
“Atau mungkin negeri Karra terget berikutnya, mahkota elemen cahaya,” ucap pria dari perwakilan negeri Karra dari tanah Amungme, Kaisiepo Djiriu. “Karena itu aku setuju jika pertemuan itu diadakan segera.”
Silas Papare, perwakilan negeri Karra dari tanah Lani. “Dan kami sebagai anggota dewan yang mengetahui keadaan di sini membahas cakupan dunia akan menjemput pemimpin kami, apa pun yang terjadi kami pun menginginkan hal itu terjadi. Sudah saatnya kita bekerja sama, bahu membahu dan gotong royong demi kepentingan umat manusia.”