GALUH

Prayogo Anggoro
Chapter #103

S3. Malam Dansa

Pakaian kebaya dengan berhias kain songket menghiasi tubuh Isogi yang menggeraikan rambutnya yang indah bergelombang dengan sebuah kepangan kecil di depan telinga kanan. Dengan diantarkan kendaraan delman, Isogi menuju tempat pesta di rumah milik kepala kapal karena telah memenangkan lomba mendayung kora-kora.

Delman merupakan sebuah kereta yang ditarik oleh kuda. Sama seperti kereta kencana di negeri lainnya, delman dibuat dari logam onix yang bersifat licin hingga roda mampu berputar dengan mudah untuk meringankan beban. Logam onix yang digunakan untuk badan kereta dihilangkan sifat licinnya menggunakan pencampuran alga yang juga menjadi pewarna, seperti alga hijau, alga merah dan alga biru hingga sebuah kereta atau delman di tanah Togutil bisa memiliki variasi warna.

Di tengah perjalanan, malam mulai melebur di setiap penjuru kota dan cahaya obor bambu menyala di sepanjang jalan besar. Rumah-rumah penduduk pun bersinar oleh cahaya damar. Selain itu, binatang-binatang bersayap berterbangan mencari pasangan sebelum fazar menyingsing untuk menciptakan koloni baru, laron. Serangga yang hidup hanya satu malam ini awalnya disebut rayap yang gemar memakan kayu-kayu di rumah penduduk. Malam itu, sepanjang jalan pemandangan laron sangat menakjubkan.

“Wahai sang pengejar malam,” ucap Isogi saat seekor laron jatuh di atas pangkuannya. Isogi mengambil serangga itu yang terlihat lemah dan rapuh, sayapnya pun patah.

Kuda yang menarik delman terus berjalan menerobos ribuan laron hingga serangga yang membangun sarangnya dari lumpur itu tertinggal jauh. Dan hanya terlihat beberapa ekor saja di dekat obor jalan dan tidak ada lagi saat Isogi turun dari delman di depan rumah kepala kapal.

“Terima kasih paman,” Isogi membayar upah perjalannya dan delman itu meninggalkan pelataran.

Sudah terdengar keramaian di rumah sasadu yang begitu luas mampu menampung ratusan orang dari rumah milik kepala kapal. Alunan musik dari bambu hitada yang diiringi leko bojo dan cikir menemani sendunya malam itu saat orang-orang sedang menyantap hidangan.

“Selamat malam, maaf aku datang terlambat,” sapa Isogi.

“Ayolah kemari nona, kita makan rame-rame,” sambut pemilik rumah.

“Kau malam ini begitu cantik nona.” Istri pemilik rumah menggandeng tangan Isogi dan mengantarkannya duduk di tempatnya. “Banyak-banyaklah makan, kau pasti lelah setelah tugas.”

Semua orang di negeri Cakra, khususnya tanah Togutil pasti mengenal anggota OPD tak terkecuali Isogi. Lima anggota OPD dibuatkan patung menyerupai mereka dan diletakan dekat pintu alun-alun kota. Jadi, sangat terhomat sekali Isogi di sini.

“Terima kasih, paman, bibi.” Isogi senang. “Selamat ya atas kemenangannya.”

“Tentu, semua ini karena Sandanu,” sahut pemilik rumah.

Yang disebutkan namanya segera bicara, “apa kamu sangat sibuk hingga tidak bisa melihat aksiku?” Dan Sandanu terlihat mengenakan pakaian adat remaja layaknya remaja di Togutil. Bukan hanya Sandanu, tetapi Boe dan sepasang kekasih pun terlihat menyatu dengan orang Togutil yaitu Galigo dan Mutia.

“Iya, maaf ya!”

Selanjutnya, makan malam yang penuh hidangan dinikmati dengan meriah. Bukan hanya berbagi keseruan mengenai perlombaan dayung kora-kora, mereka pun saling berbagi cerita. Bahkan saat Sandanu yang baru pertama mencicipi makanan di sana, ada saja orang yang berebut untuk menjelaskannya.

Ada banyak sekali makanan yang dihidangkan di meja utama ini. Dari ikan kuah pala, ikan komu asar, dan gohu ikan yang dinikmati bersama makanan pokoknya, nasi lapola, nasi jaha, atau bisa juga dengan sagu woku komo-komo.

“Lalu makanan apa yang seperti lendir itu?” unjuk Sandanu.

“Inilah Papeda...” teriak semua orang. “Ayo cobalah pasti rasanya enak!”

Mutia dan Galigo yang makan secara hidmat dan sesekali saling suap-suapan tidak peduli dengan tingkah Sandanu yang ingin mencoba semua cita rasa masakan di pulau Maluku. Sedangkan Boe mencoba mengikuti Sandanu.

“Apa ka Danu yakin akan menyukainya kali ini?” tanya Boe.

Papeda merupakan makanan bubur sagu berwarna putih dan memiliki tekstur yang lengket seperti lem dan rasanya tawar, tapi tetap dihidangkan dengan ikan tongkol untuk memberikan rasa enak.

Lihat selengkapnya