Setelah berkunjung dari kediaman Kiliran Jao dan istrinya yaitu putri Tantejo Azra, Isogi mengajak teman-temannya menuju istana Loloda. Merupakan istana kediaman Cakradev, sang pemimpin di negeri persemakmuran yang dibangun oleh OPD.
Saat matahari mulai condong ke arah barat, Isogi memasuki gerbang istana Loloda. Sepanjang jalan utama menuju istana berdiri pohon-pohon cemara yang indah membentuk kerucut. Burung-burung nuri yang memiliki bulu cantik warna-warni menghiasi pekarangan.
Dan tidak jauh berbeda, tiga menara istana pun membentuk kerucut layaknya pohon cemara raksasa yang megah berkilauan greentalium, sebuah logam yang lebih kuat dari besi berwarna hijau yang menjadi bahan utama mendirikan istana Loloda.
“Aku serasa memasuki hutan raksasa,” cetus Sandanu.
Boe pun berkomentar, “Ini istana yang benar-benar hijau menyejukkan mata, apalagi di sekeliling istana ada hutan pinus yang lebat dan hamparan tanah yang bersih.”
“Meskipun negeri Cakra tidak termasuk sebagai pemegang mahkota dunia, negeri Cakra tetap sebuah negeri yang indah dan damai, semua rakyat di sini hidup dalam kebebasan sejati,” sahut Isogi menjelaskan sebab sebelum dirinya dilantik sebagai anggota OPD, Isogi mendapatkan pelatihan di negeri ini.
“Bukankah negeri ini didirikan oleh OPD, kenapa markas besar OPD tidak ada di sini?” tanya Galigo.
“Pulau Nusakambangan adalah tempat yang aman untuk organisasi kelas dunia tanpa ada orang luar yang bisa mengaksesnya, dan negeri Cakra adalah penopang utama untuk OPD yang menjalin kerjasama dengan lima negeri besar, sebab itu di sini adalah pusat hubungan dunia yang sangat terbuka. Jadi agar tidak disusupi mata-mata, OPD menggunakan pulau Nusakambangan sebagai pusatnya.”
Selain itu, negeri ini juga menjadi pusat perekonomian dengan berdirinya Bank dunia yang mengatur penggunaan mata uang. Di tempat ini pula terdapat tempat percetakan uang koin yang berlaku untuk semua negeri yaitu mata uang benggol dan ketip.
“Dan pulau Nusakambangan tidak terdapat di peta dunia, apa benar pulau itu bergerak seperti mahluk hidup?” tanya Mutia yang memiliki pengetahuan mengenai dunia saat dirinya berada di menara Kubah Emas.
Isogi hanya tersenyum dan di depan mereka, Martulessy telah datang untuk menyambut, “Selamat sore semuanya!”
Di samping Martulessy ada dua pengawal. Dan mereka mempersilakan tamu istana untuk memasuki istana Loloda. Sebuah istana megah bertingkat membentuk kerucut dengan gaya arsitektur Falalamo, bangunan berbentuk segi empat dan setiap tingkat, terdapat atap limas berundak-undak yang semakin atas terus mengerucut seperti pohon cemara.
Di bagian tengah ruangan terdapat tabung kaca silindris yang berfungsi sebagai sarana cepat menaiki tingkatan istana. Pengunjung istana hanya perlu masuk ke dalam tabung tersebut dan dengan kekuatan tekanan air mancur yang disesuaikan akan membawa pengunjung istana sampai di lantai yang diinginkannya, sedangkan bagian tempat berdiri selalu diisi oleh udara segar. Alat ini disebut sebagai Strow.
Strow pun membawa tamu Martulessy sampai di singgasana Cakradev, Nuku Amirrudin. Gelar Cakradev diberikan sebagai pemimpin negeri sebab beliau mendapatkan tugas untuk memerintah segala sesuatu yang datang atas nama kebebasan dan kedamaian. Akan tetapi Cakradev tidak termasuk lima penguasa daratan yang dikenal sebagai Pancadev.
“Hormat kami, Cakradev ,” sembah Martulessy yang diikuti oleh seluruh hadirin yang datang menghadap.
Cakradev berdiri penuh wibawa dalam balutan pakaian Manteren Lamo yang terdiri dari jas tertutup warna merah dengan sembilan kancing besar terbuat dari perak, dan bagian setiap ujung pakaian dihiasi dengan bordiran berwarna keemasan yang dipasangkan dengan celana panjang warna hitam. Tidak lupa mahkota destar menghiasi tutup kepalanya.
Cakradev Nukku mengangkat tangan kanannya sebagai tanda menerima hormat, lalu beliau pun duduk kembali di samping sang permaisuri yang tampak anggun dalam balutan pakaian Kimun Gia, sebuah pakaian berupa kebaya terbuat dari kain satin putih yang dipadukan dengan bawahan kain songket terikat menggunakan ikat pinggang emas. Rambutnya pun disanggul berhiaskan konde-konde emas.
Kemudian, Martulessy mempersilakan tamunya duduk di tempat yang telah disediakan. Para pelayan dapur pun datang menyuguhkan berbagai hidangan dan minuman berserta buah-buahan.
“Kabarnya Martulesssy melamar kau nona Isogi, benarkah itu?” tanya Cakradev.
Isogi menatap Martulessy yang membalasnya dengan senyuman, Isogi pun menatap memberikan jawaban pada sang sultan dengan anggukan bersama senyuman terbaiknya.
“Beta kira ale tak berani dekati wanita Martulessy, oh ternyata lama sekali ale telah sanggup menunggu cinta pertama kembali,” ucap Cakradev diiringi tawanya.
Martulessy pun hanya tersipu malu, dan tidak ada yang tahu bahwa sebenarnya Isogi telah menolak secara tidak langsung sebab telah mengembalikan lencana hati pemberiannya. Perlahan, dia pun menggenggam lencana itu dalam saku jubahnya.
Sebenarnya, kedatangan Isogi pula bukan untuk membicarakan mengenai lamaran Martulessy padanya tetapi ada hal lain yang jauh lebih penting demi menjaga tatanan dunia dari acaman Arakar.