Pertemuan telah selesai, Cakradev mengambil keputusan agar putri Rheina kembali ke istana Larantuka dan memerintahkan Martulessy untuk menemaninya. Martulessy pun sempat menolak, tetapi Isogi memohon padanya dan dia berjanji akan bertemu kembali di sana.
Isogi pun menyampaikan rencananya kepada Cakradev Nukku, bahwa dirinya dan rombongannya akan segera pergi menuju negeri Karra. Namun, sebelum kepergian mereka nanti Cakradev meminta agar mereka meminta restu kepada para Yogi di kuil suci yang terlarang. Dan hanya Mutia yang harus tinggal sebab setelah mengetahui siapa orang tua gadis berambut marun itu, Cakradev ingin berbicara empat mata dengannya.
Kini, Mutia berada di sebuah paviliun istana Loloda. Bersama Cakradev Nukku, Mutia menikmati senja di pinggiran kolam ikan. Jauh memandang, terlihat hutan pinus yang gagah dan indah. Sekitar pun, para pengawal menjaga jaraknya.
“Mengapa Cakradev ingin berbicara dengan saya?” tanya Mutia canggung, dia berharap Cakradev tidak meminta dirinya menjadi salah satu istrinya.
Cakradev mengambil secangkir kopi dan meminumnya sambil menatap air kolam yang bersinar. “Beta tak mengira bahwa yang berdiri di samping beta saat ini adalah putri Cut Nyak Dien. Jujur beta sempat jatuh hati pada ibunda ale, Cut Mutia. Tapi beta tidak akan bercerita mengenai hal itu saat ini.”
Cakradev terdiam membuat Mutia cemas. “Lalu apa yang akan Cakradev sampaikan?”
“Sahabatmu,” sebut Cakradev sambil menatap kepada Mutia.
Mutia terkejut. “Kenapa dengan Sandanu?”
Cakradev Nukku ingin mengetahui tentang Sandanu, lalu Mutia pun bercerita semua yang dia ketahui mengenai sahabatnya sejak hidup bersama di menara Kubah Emas dalam bimbingan guru mereka, Syekh Sayuti Malik.
Cakradev pun tahu, bahwa beliau tidak akan menemukan jawaban mengenai kedua orang tua Sandanu, tapi beliau ingat sesuatu mengenai batu akik mustika Siliwangi. “Beta akan memberitahukan sesuatu mengenai sahabat ale itu, tapi janji ale takan menceritakannya kepada siapa pun itu.”
Mutia yang penasaran hanya mengangguk.
Kemudian, Cakradev bercerita mengenai peristiwa delapan belas tahun yang lalu. Dan saat Cakradev mengungkapkan hal tersebut, Mutia tercengang sampai berurai air mata. Kini, Mutia mengetahui tentang siapa jati diri Sandanu dan perjalanannya menemani Sandanu selain mencari negeri Galuh, Mutia akan berjanji untuk menjaga Sandanu apa pun yang terjadi nanti.
Sekarang Mutia adalah seorang jewel. Sebagai seorang Jewel, dirinya harus siap mengahadapi segala hal kemungkinan dalam perjalanan ini. Dengan kemampuannya, Mutia yakin bisa menjaga Sandanu.
“Sekarang, ale bisa ambil ini,” Cakradev memberikan sesuatu pada Mutia. “Dan simpanlah itu sampai waktu yang tepat kau berikan pada sahabat ale, Sandanu.”
“Baik, saya mengerti!” Mutia mengangguk.
Cakradev tersenyum lega, apa yang selama ini beliau nantikan telah menemukan jawabannya. “Tentu, Beta percayakan ini karena ale adalah putri satria hebat seperti kedua orang tuamu.”
***
Di tempat yang lain, Martulessy mengantarkan Isogi dan teman-temannya menuju kuil suci. Dia sendiri tidak tahu ada apa di dalam kuil tersebut dan para Yogi yang seakan hanya mitos tak pernah terlihat wujudnya.
Kuil tersebut ada di belakang istana pada sebuah pulau kecil bernama pulau Seram. Sebuah jembatan panjang pun dibangun dari tumpukan batu yang pada saat air laut surut terlihat melayang di permukaan laut dan jika pasang bisa tenggelam. Namun sore ini, jembatan panjang itu terlihat jelas.
Di sana pun, terlihat putri Rheina Rosari ikut untuk menemani Martulessy nanti saat yang lainnya memasuki kuil suci yang konon dijaga oleh dua malaikat. Entah rintangan apa yang akan mereka hadapi jika benar kuil suci itu belum pernah terjamah.
“Jadi, tidak ada seorang pun yang pernah masuk ke dalam kuil tersebut?” tanya Sandanu ketika menyebrangi jembatan. “Bagaimana para Yogi di dalamnya bertahan hidup?”