GALUH

Prayogo Anggoro
Chapter #110

S3. Ancaman Besar

Dalam waktu singkat, Martulessy mencoba mengingat dan menyusun rencana. Keterampilan dalam berpikirnya tidak diragukan lagi, di balik pribadinya yang santai dan penuh kebebasan sebenarnya dia memiliki gelar tinggi di negeri Cakra. Dia seorang panglima perang Kamura Martulessy.

Mengingat kembali kejadian sebelumnya ketika rombongan Isogi memasuki tempat ibadah di dalam kuil suci, bersama putri Rheina keduanya membahas mengenai tujuh iblis yang melarikan diri dari neraka yang tertulis dalam kitab pusaka. Dari hal itu, Martulessy menyusun rencana serangan yang kemungkinannya tipis.

Terlihat matanya menatap gerakan Batti yang melesat ke arahnya. Dalam perhitungannya dia sudah siap untuk melakukan yang terbaik. “Satu yang abadi menciptakan dua dan dua adalah satu itu sendiri, dalam kehidupan saat ada siang pasti ada malam. Di antara cahaya yang terang ada sisi dalam kegelapan. Batu bacan bersinar.....” Martulessy merapalkan kekuatan sastra syairnya . “Lubang Hitam.”

Spiral hitam tercipta di belakangnya yang siap membawa dirinya melakukan perpindahan. Selain itu, saat mengucapkan syair Martulessy telah menggabungkan dua syair sekaligus sehingga saat paruh iblis Batti mendekatinya, dia pun melakukan serangan dengan syiarnya yang kedua.

Jadi, lubang hitam menarik tubuhnya tepat saat Batti mencapai dirinya hingga tubuh Martulessy tidak mendapatkan serangan dan dari dalam lubang hitam tersebut Martulessy melancarkan kekuatan syair yang kedua.

“API HITAM.” Kemudian Martulessy hilang meninggalkan pulau Seram.

Seperti yang sudah dijelaskan oleh putri Rheina sebelumnya, setiap iblis memiliki kepribadian. Dan Martulessy ingat bahwa Batti memiliki trauma terhadap siksa neraka, tepat sekali serangan api hitamnya mampu membuat Batti ketakutan meskipun Martulessy tahu kekuatannya itu hanya sepersekian percikan dari api neraka.

Kini, kekuatan syair lubang hitam telah membawanya melewati dimensi lain dan kembali ke dunia di tempat yang berbeda. Tempat yang dituju sebagai perpindahannya adalah tempat singgasana Cakradev di istana Loloda.

Kemunculan Martulesssy yang tiba-tiba pun menganggu lamunan Dirgadev. Dia terperanjak saat melihat ada lubang hitam yang dari dalamnya keluar Martulessy. “Apa yang ale lakukan Martulessy?” sontak Dirgadev Nuku berdiri.

“Maafkan beta Cakradev,” Martulessy memberikan hormat. “Ini gawat, legenda Batti yang dipercaya masyarakat Maluku telah bangkit dan merupakan salah satu dari tujuh iblis yang melarikan diri dari negara.”

“APA?” Cakradev sudah menduga bahwa ada sesuatu yang tersembunyi di pulau Seram itu yang pastinya selain kuil suci.

Kemudian, Martulessy menceritakan apa yang terjadi di sana bahwa anak-anak telah berhasil mendapatkan zat Ilahi dari para Yogi di kuil suci. Selain itu. Seluruh kuil suci menghilang hingga kebangkitan Batti yang menyerang dirinya.

“Siapkan pasukan elit istana!” perintah Cakradev Nuku. “Kita akan mencoba serangan pertahanan dan ini kesempatan kita untuk menguji coba hasil ekperimen negeri Cakra.”

“Baik Cakradev.” Martulessy segera melaksanakan tugasnya sebagai seorang panglima perang.

Dipanggilnya pengawal jaga di depan singgasana Cakradev untuk membawakan panggilannya kepada para jenderal agar segera bergegas menemuinya di markas militer. Martulessy pun memakai jubah kepemimpinannya sebagai panglima perang yang berkibar melambangkan kegagahan negeri Cakra.

Lambang ‘Limau Gapi’ berkibar di jubah panglima perang, berbentuk burung Goheba berkepala dua dengan perisai di bagian dadanya. Martulessy segera mengajak para jenderal dengan instruksi cepat tanpa harus dibicarakan. Ini adalah serangan bertahan demi melindungi negeri Cakra, khususnya ibu kota Loloda yang menjadi ancaman.

Dalam persiapan melakukan serangan bertahan, Martulessy mencoba menghitung kemungkinan yang dilakukan Isogi dan teman-temannya untuk mengulur waktu. Hingga akhirnya semua pasukan elit istana telah menempati posisinya masing-masing saat segurat cahaya fazar menyingsing di arah timur.

“SIAP!” teriak Martulessy dan digemakan oleh teriak para jenderal memimpin pasukannya.

Sosok iblis Batti terlihat mendekati kota Loloda dan di saat itu, pasukan elit istana yang memiliki tugas melindungi negari dalam bertahan bersama-sama mengucapkan mantra. “SINAR LASER....”

Terciptalah, cahaya kemerahan mengudara dari setiap titik sekeliling kota Loloda berhiaskan aksara Alifuru. Cahaya itu memuncak hingga membentuk kerucut laser sebagai pelindung kota. Mengenai penggunaan mantra ini, merupakan hasil dari pembuatan batu akik imitasi atau buatan yang mengambil sebagian kekuatan sastra dari batu akik milik Cakradev. Seperti halnya para tentara negeri lain, menggunakan batu akik buatan adalah hal yang lumrah demi memperkuat pasukan.

Lihat selengkapnya