Dengan kora-kora, Sandanu bersama teman-temannya melewati lautan menuju negeri Karra. Untung saja dalam perjalanan tidak ada hujan dan badai sebab musimnya matahari berawan hingga perjalanan mereka pun tidak kepanasan. Hanya di lautan inilah sebuah bentang alam dengan fenomenanya tersendiri.
Sebab itu pula, Isogi bersedia menyeberang dengan kora-kora dengan perbekalan mencukupi hingga di tanah negeri perbatasan. Tidak perlu ada yang dikawatirkan karena jalur laut ini aman tanpa gelombang ombak. Pemandangan indah pun bisa dirasakan dengan koloni ikan lumba-lumba dan ubur-ubur yang bercahaya saat malam menjelang.
Meskipun harus menguras tenaga dengan mendayung, semua bisa terlunaskan oleh suasana di jalur laut aman tersebut. Sandanu duduk di bagian depan dengan diikuti oleh Boe dan Isogi di bagian tengah. Lalu ada Mutia, sedangkan Galigo dibarisan belakang. Di antara tempat duduk mereka, tersedia perbekalan siap saji.
Sepanjang jalan, mereka saling menghibur diri sambil bernyanyi-nyanyi. Sesekali, pedagang negeri Cakra yang juga naik kora-kora berpapasan pulang ke negerinya dari tanah Waigeo. Jadi, perjalanan mereka tidak sendiri melainkan ada kelompok-kelompok pedagang Maluku yang menjual rempah-rempah. Malahan, ada pedagang yang sengaja menetap beberapa hari dengan mendirikan pos istirahat.
Saat ada kelompok pedagang dengan sepuluh kora-kora berpapasan dengan mereka, semua berhenti untuk menyapa. Sebab mereka tahu, bahwa yang naik kora-kora adalah saudara dari Maluku.
“Saya kira siapa, ternyata nona Isogi,” ucap pedagang Maluku yang jelas-jelas mengenal Isogi meskipun belum pernah bertemu, nama Isogi dikenal oleh masyarakat di pulau Maluku dan monumen anggota OPD yang terkenal.
“Iya paman, kami akan menuju tanah Waigeo,” jawab Isogi. “Apa perjalanan masih jauh?”
“Sebentar lagi kalian akan sampai di tanah Waigeo.”
Pedagang itu pun memberikan mereka tambahan perbekalan. Sadanu merasa beruntung memiliki sahabat seperti Isogi, bukan hanya dewasa tapi rasa persaudaraannya pun sangat kuat hingga orang-orang menghormatinya. Tapi tidak demikian yang dirasakan Isogi, kepribadiannya memang tidak banyak dipahami. Setidaknya, Isogi mencoba menutupi semua dengan senyuman dan hormat menghormati. Lain cerita jika dirinya kembali di tanah negerinya.
Selanjutnya, para pedagang itu kembali mendayung “Terima kasih semuanya.”
“Ternyata senang ya hidup di Maluku, orangnya ramah,” ucap Mutia.
“Maluku sama seperti Celebes, banyak pedagang jadi mereka harus menjaga pergaulan demi ikatan kerja. Orang-orang Maluku banyak menjual rempah-rempah dan kemudian orang Celebes yang menyebarkannya kecuali ke negeri Karra, terutama tanah Waigeo karena jalur laut aman yang membuat pedagang berani mendayung kora-kora.” Galigo yang pernah berhubungan dengan dunia perdagangan menjelaskan pernyataan Mutia.
“Apa kamu pernah berlayar di jalur laut ini?” tanya Sandanu.