GALUH

Prayogo Anggoro
Chapter #114

S3. Suanggi

Upacara Samsom telah usai, perempuan tanah Waigeo mengantarkan kepergian Isogi dan teman-temannya menuju tanah Arfak menggunakan payau yang dikendalikan oleh Yaniruma. Sebagai seorang jewel, Yaniruma menggunakan mantra api melayang sebagai penerang perjalanan mereka.

Lima buah bola api berwarna biru melayang dinyalakan mengelilingi keranjang penumpang dan akan melayang mengikuti laju payau. Yaniruma sendiri terbiasa melakukan perjalanan malam, dan memiliki keahlian mengendalikan payau dengan cepat.

“Munara, saanya kitorang masuk rawa!” ucap Yuniruma kepada payau yang sudah menjadi partner kerja.

Empat kaki payau dengan gesit membelok dari muara ke arah rawa-rawa. Rawa sendiri merupakan bagian dari ekosistem antara perairan dan daratan. Jadi, banyak pohon-pohon tumbuh dengan genangan air sehingga pemandangan semakin gelap tapi Yaniruma mematikan apinya.

“Apa tidak ada bahaya di sini?” tanya Isogi khawatir.

“Ini rawa dan payau sendiri su biasa beradaptasi deng lingkungannya,” ujar Yaniruma. “jadi semuanya kan baik-baik saja.”

“Tapi, kenapa kamu mematikan apinya?” tanya Sandanu. “Bukankah semuanya jadi gelap.

Yaniruma tersenyum. “Tunggu, ko kan lihat.”

Beberapa lama kemudian, saat payau berjalan dengan santai sambil menghindari pepohonan. Dari dalam air mulai bersinar cahaya-cahaya terang, di antara pepohonan pun demikian. Pemandangan di tengah rawa menjadi terang bercahaya.

“Yang bersinar di antara pepohonan ada ganggang dan yang berada di dalam air ada alga, mahluk hidup itu penghuni rawa Khaiflambolup dan mereka takut terhadap api. Jadi cahaya api akan membuat mereka bersembunyi.”

“Banar-benar indah.” Mutia semakin terpesona dengan keindahan negeri Karra.

Perairan kini berwarna biru kehijauan dari cahaya alga di dalam air dan ganggang-ganggng yang hidup berkoloni di antara akar-akar pohon memberikan warna yang berbeda-beda. Tentunya warna berbeda itu dihasilkan dari koloni ganggang yang juga berbeda jenisnya. Ada yang berwarna kuning, merah, oranye dan ungu.

Semua semakin terang masuk ke dalam daerah rawa, dan dari kejauhan bisa mereka dapati orang-orang yang juga melakukan perjalanan malam. “Ternyata banyak juga ya yang melintas di rawa ini,” kata Sandanu melihat beberapa rombongan menggunakan payau.

Yaniruma sendiri mengendalikan payau agar berjalan lebih santai supaya penumpangnya bisa menikmati perjalanan. Dia pun memberi mereka sebuah makanan malam. “Jika ko lapar, sa pu ada banyak bawa ulat sagu.”

Lihat selengkapnya