GALUH

Prayogo Anggoro
Chapter #115

S3. Keraton Sailolof

Menjadi suatu peradaban yang lebih menantang dari sekedar tanah negeri di antara pulau karang yang terapung di permukaan laut, kali ini Sandanu dibuat kagum dengan tanah Arfak yang berada di tengah rawa-rawa. Lebatnya pepohonan dan perairan yang cukup dalam, penduduk tanah Arfak membangun peradaban yang menantang.

“Apa benar ini sebuah tanah negeri?” ucap Sandanu berdiri melihat sekelilingnya.

Boe mengucek-ngucek matanya tidak percaya. “Ini benar-benar luar biasa dari sekedar rumah di negeri mana pun.”

Galigo dan Mutia bergandengan tangan melihat indahnya tanah Arfak. “Bagaimana tanah ini bisa dibangun?” tanya Mutia.

“Aku sendiri tidak tahu,” sahut Galigo.

Isogi hanya duduk melihat teman-temannya berdiri memperhatikan tanah negeri yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya. Tanah Waigeo cukup bisa terbayangkan karena rumah-rumah demonli dibangun dengan pondasi batu karang sebab mereka juga pernah melihat keindahan kastil negeri Tirta di pulau Batam yang terapung dari rumah rakit.

Tapi kali ini berbeda. Tidak ada jalan besar sebab semua adalah genangan air meskipun pohon-pohon tumbuh lebat bagaikan hutan belantara. Tidak terlihat pula ada jembatan bambu atau kayu di atas permukaan air, tapi yang ada orang-orang bepergian mengenakan payau, atau binatang lain seperti fugo yang menyerupai katak dengan tubuh besar berwarna biru. Bedanya, fugo hanya bisa dinaiki satu atau dua orang saja.

Selain itu, hal yang paling mengagumkan adalah rumah panggungnya yang berbeda dari semua rumah panggung yang pernah mereka temui. Ini rumah panggung yang dibangun di atas perairan dan tiang penyangganya yang tidak terhitung berjajar dengan kerapatan yang luar biasa. Mereka menyebutnya rumah Lgkojey.

“Inilah tanah Arfak,” ujar Yaniruma. “Apa benar kitorang (kita) menuju keraton ketua suku sekarang? “

“Iya, lebih baik kita langsung menuju sana,” jawab Isogi.

Siang hari itu, matahari cukup teduh di tanah Arfak karena pepohonan rawa yang lebat. Rumah lgkojey pun berdiri di antara pohon-pohon besar itu. Sebuah arsitektur mengagumkan dengan banyak tiang penyangga yang rapat dan cukup tinggi supaya saat permukaan air naik di musim hujan tidak masuk ke dalam rumah. Dinding rumah pun terbuat dari batang kayu yang dijajar secara vertikal dan horizontal hingga menjadi dinding kuat.

Selain itu, rumah lgkojey hanya memiliki dua pintu yang terbuka yaitu bagian depan dan belakang tanpa ada jendela. Untuk bagian depan adalah pintu masuk yang melalui tangga kayu gantung ke bawah dan jika malam hari, tangga itu ditarik untuk menghindari kedatangan orang tanpa diundang. Di bagian depan sendiri terdapat teras yang luas. Untuk bagian atapnya menggunakan sejenis rumput yang tumbuh diperairan dan lantainya dari anyaman akar.

Rumah lgkojey sendiri tertata di lahan yang terbuka, rumah itu berjajar melingkar membentuk segi lima. Lalu, ada pohon besar tumbuh dibagian tengahnya. Orang-orang bisa menggunakan pohon besar itu untuk berkunjung ke rumah tetangganya melalui pintu belakang. Dan biasanya dalam satu kelompok rumah adalah keluarga besar.

Lihat selengkapnya