GALUH

Prayogo Anggoro
Chapter #118

S3. Utusan

Dua tahun yang lalu di tanah Amungme dan tanah Lani dikejutkan oleh kedatangan Suanggi yang membawa titah Karradev untuk Kaisiepo dan Silas yang diutus sebagai anggota dewan negeri Karra. Terpilihnya mereka tanpa ada yang menduga-duga, membawa ketakutan sendiri bagi tanah negerinya. Segera mereka pun memenuhi tugas sebagai anggota dewan.

Sejak itu, kedua utusan tersebut menetap di rumah Hibualama, negeri Cakra untuk mengurus hubungan antar negeri dan menyelesaikan berbagai sengketa yang terjadi. Hingga akhirnya masalah besar datang di seluruh dunia akibat ulah organisasi misterius yang menamakan diri sebagai Arakar.

Akibat keadaan dunia yang terancam, organisasi perdamaian dunia akan mengadakan pertemuan lima negeri besar yang mengutus para anggota dewan untuk mengundang pemimpinnya datang memenuhi pertemuan tersebut. Sebagai utusan dunia juga, Keisiepo dan Silas kembali ke negeri Karra.

Sebagai orang Labadios, keduanya mengetahui apa yang terjadi di negeri sendiri dengan hukum yang mengikat seluruh negeri. Mereka terpaksa akan melanggar hukum sebagai masyarakat dunia, demi menegakan kebenaran dan keadilan.

“Satu-satunya orang yang mengetahui keberadaan tanah Dani hanya ketua suku tanah Arfak, tapi beliau tidak bisa membantu. Apa yang harus kitorang lakukan?” tanya Kaisiepo duduk di bawah pohon dengan menatap puncak gunung Jayawijaya yang berselimut kabut.

Silas yang berdiri bersandar di batang pohon yang sama, membalas pertanyaan rekannya. “Terpaksa, kitorang cari tahu sendiri ada apa di atas puncak gunung bersalju itu.”

Kemudian, kedua utusan itu berjalan mendaki gunung tanpa putus asa. Meskipun medan perjalanan mereka sangat berbahaya, tekad bulat tidak membuat keduanya gentar. Hutan belukar dan binatang buas mereka hadapi bersama-sama.

Keduanya pun bertahan hidup dengan memakan apa pun yang bisa mereka dapatkan. Kelinci hutan, kambing hutan dan buah-buahan merupakan makanan kesehariannya selama mendaki gunung Jayawijaya yang tidak pernah disentuh orang akibat larangan dan pernah satu tanah negeri musnah karena melanggar hukum itu.

Pada akhirnya setelah melewati berhari-hari, perjuangan mereka tidak sia-sia saat melihat gerbang kota di puncak gunung Jayawijaya yang berselimut salju. Keduanya mengenakan jaket kulit binatang untuk menghindari hawa dingin dan kedatangannya di tanah Dani pun disambut baik.

“Selamat datang para dewan,” sambut seorang prajurit keamanan tanah Dani. “Kami telah mendengar berita kedatangan kalian dan telah menantinya.”

Kaisiepo menatap temannya, dia tidak menduga bahwa dirinya disambut baik. Dan ternyata penduduk tanah Dani sangat ramah. Silas pun tersenyum melihat temannya dan ternyata perjuangannya tidak sia-sia.

“Terima kasih,” ucap mereka berdua.

Kemudian, keduanya mendapat pengawalan. Menggunakan kereta rusa yang telah disediakan, anggota dewan tersebut memasuki tanah Dani yang begitu putih nan suci sebab tidak ada orang asing kecuali mereka berdua. Orang-orang tanah Dani memiliki kulit putih pucat dan berbanding terbalik dengan mereka berdua yang berkulit hitam legam. Mereka merasa sangat mencolok di tengah-tengah penduduk Dani yang hormat saat berpapasan dengannya.

Tatanan kota Wanin pun begitu memukau dengan hamparan salju abadi yang kontras dengan rumah-rumah honai dan penduduk tanah Dani. Mereka berdua kagum melewati jalan-jalan besar hingga sampai di istana Wanin.

Gerbang istana yang tinggi terbuka lebar dan kilauan kristalium yang menjadi bahan bagunan megah istana Wanin membuat keduanya terpana. “Apa kitorang lagi mimpi, Silas?” Kaisiepo hampir menangis karena kagum dengan negerinya sendiri.

“Ini bukan mimpi Kei.” Silas pun tersenyum gembira.

Mereka berdua menjadi orang beruntung selain ketua suku Salomina yang pernah menginjakan kaki di istana Wanin. Dari kereta rusa yang mereka naiki, keduanya turun tangga menuju pusat istana.

“Mari, Karradev menunggu sudah!” sambut pengawal yang telah berjaga dan menyambut mereka.

Kemudian mereka memasuki sebuah menara tinggi. “Mari!”

Istana Wanin merupakan pusat pemerintahan negeri Karra yang dibangun di atas kawah gunung berapi Wanin. Dikelilingi tembok besar dan tinggi menjulang dan terpusat pada menara tinggi berkilau kristalium yang bening. Kilauan yang terpancar sendiri berasal dari magma di bawah istana tersebut.

Lihat selengkapnya