Gerbang dimensi terbuka bagaikan garis lurus yang menembus sekat ruang. Sebuah dunia dengan langit melengkung mengitari pusat kehidupan yang melayang dipermukaan air. Bunga-bunga tumbuh rapat di antara permukaan air tersebut menjadi sebuah peradaban bagi mahluk kecil yang disebut peri.
Cahaya langit tak pernah padam bagaikan manik-manik yang melayang di angkasa. Tak ada matahari dan tak ada bintang, juga tak ada siang ataupun malam. Semua peri berjalan menurut waktu yang dikehendakinya sendiri di rongga perut dunia manusia.
“Jadi ini dimensi empat, dunia para peri?” ucap Sagitarius kagum. Kini berdiri di atas daun lebar. Tubuhnya kecil layaknya peri akibat pengaruh adaptasi dimensi, meskipun dirinya masih mengenakan pakaian yang sama, jubah hitam berlambang Arakar.
Taurus yang mengenal tempat ini mengajaknya ke suatu tempat. “Ikuti aku!”
Di dunia ini terbagi menjadi tiga wilayah bagi tiga klan peri. Bagian barat adalah wilayah peri yang memiliki bulu tumbuh di seluruh tubuhnya, disebut klan Ebu gogo sebagai peri pekerja. Kemudian, di bagian timur adalah peri yang tidak bersayap dengan kulit halus berkilau, mereka adalah klan Orpe atau peri sosial. Sementara itu, di bagian tengah yang juga menjadi pusat dunia peri adalah klan Mante yaitu peri yang memiliki sayap.
“Kapan terakhir kali kau ke sini, Taurus?” tanya Sagitarius.
“Sebelum menjadi anggota Arakar,” jawabnya. “Dalam perjalanan hidup seorang Rakuzan mengikuti ajaran dewa Raferu, akhirnya aku menemukan tempat ini.” lanjutnya, “Dan aku menjadi Rakuzan terakhir setelah ajaran dewa Raferu dianggap sesat, sebab para Rakuzan mampu menggunakan sihir peri.”
“Ternyata kau orang yang mulia juga, seperti Virgo yang memiliki mata bidadari,” balas Sagitarius kagum.
Taurus terkekeh. “Aku yakin kau jauh lebih mulia derajatnya dibandingkan diriku.”
Sagitarius terdiam sebab dia juga masih menyembunyikan rahasianya yang bahkan sangat mencolok dengan mengenakan topeng berwajah totem konyol dengan pipi tembem dan jidat yang jenong. Hanya ada lubang mata dan mulutnya yang terbuka, sekaligus untuk bernafas.
“Kalau begitu, apa semua orang Dani juga Rakuzan?” Hal ini menjadi tanda tanya bagi Sagitarius.
Taurus tidak yakin hal itu, sebab ajaran dewa Raferu hanya dianut di tanah negerinya. “Karena itu, kita cari tahu jawabannya!”
Kemudian, mereka berdua sampai di suatu tempat setelah berjalan di atas lembaran daun raksasa yang tumbuh batang-batang berbunga. Bunga-bunga bakung berwarna-warni itulah yang menjadi tempat tinggal para peri. Tapi tujuan mereka adalah sebuah batang yang tumbuh langsung dari akar pohon menyerupai tanaman alang-alang. Daunnya yang panjang melengkung menjadi semacam jembatan, dari daun itu terlihat celah di bagian batang layaknya sebuah gua.
“Salam sejahtera,” ucap Taurus saat masuk ke tempat itu. Di sana seluruh bagian terlihat hijau muda dengan sinar redup dari sekitar batang pohonnya.
Sagitarius memperhatikan orang-orang di dalamnya yang duduk bertapa tanpa memahami kedatangannya, terlihat khusu. Tapi, Taurus terus berjalan melewati orang-orang yang berkepala plontos hanya mengenakan pakaian dari daun yang menutupi sebagian dadanya hingga kakinya, juga bawahan selutut.
Sebuah tangga memutar ke atas mereka lewati hingga di ujung puncak, mereka bertemu seseorang yang terlihat sangat tampan seperti seorang remaja, dia duduk bersila di atas sebuah kelopak bunga bakung. “Salam kemuliaan dewa Raferu!”