Saat pagi menjelang, Sandanu dan teman-temannya telah bagun dari tidur yang nyenyak dan untung sekali tidak ada binatang buas menganggu. Mereka pun bergegas membuat sebuah rakit dengan mengumpulkan batang-batang bambu.
“Batu mustika siliwangi bersinar... Cakar harimau.” Sandanu menebang pohon bambu secara langsung.
Galigo dan Boe pun menarik batang-batang bambu tersebut sambil membersihkan batang-batang bambu dari daunnya menggunakan pisau yang selalu mereka bawa di belakang celana pada ikatan pinggang. Sementara itu, Mutia dan Isogi mengumpulkan akar-akar pohon kuat sebagai tali.
“Semua keperluan sudah terkumpul, saatnya kita membuat rakit,” ujar Mutia semangat.
Terlihat Galigo menenggak air dari sebuah batang pohon berrongga yang menyimpan air dan bisa untuk diminum. “Minumlah ini dulu!” Dia pun menawari minuman itu kepada Mutia.
Segera Mutia menerima dan meminumnya. Di saat itu, suara Sandanu datang dari arah belakangnya. “Lihat apa yang aku dapatkan!” ucap Sandanu membuat Mutia menoleh.
“Kamu dapat durian dari mana?” tanya Mutia.
Setelah berhasil menebang pohon bambu, Sandanu pergi untuk mencari makanan sementara Galigo dan Boe membersihkan batang bambunya. Dan bukan hanya durian yang Sandanu dapatkan, dia pun membawa tiga buah kelapa muda dan juga beri-beri liar yang bisa mengenyangkan.
Sebelum membuat rakit, mereka pun makan terlebih dahulu. Lagi pula, matahari mulai terlihat setinggi tombak dan pagi mereka hanya memakan sisa ikan bakar semalam. Seterusnya, barulah mereka membuat rakit untuk perjalanan menyusuri sungai ke tanah Asmat.
Dan saat matahari berada di atas kepala, rakit pun telah jadi. “Sudah lama sekali tidak naik rakit bambu,” ujar Mutia. “Terakhir kalinya waktu kita pergi dari tanah Batak, ya kan Danu?”
“Sepertinya!” jawab Sandanu manggut-manggut.
“Berarti dari meninggalkan tanah Aceh kalian berdua pergi begitu saja?” tanya Isogi, “hanya untuk mencari negeri Galuh?”
“Benar sekali, bahkan kita pertama hanya berjalan kaki dari tanah Aceh menuju tanah Gayo, di Gayo sempat kami bekerja sebagai pembersih kandang domba hingga bisa membeli sebuah kuda. Tapi, di tanah Batak kuda kami lepas dan dari sanalah kami membuat rakit bersama seorang wanita yang juga akan pergi melalui sungai sampai tanah Sakai.”
“Petualangan yang seru,” sahut Galigo. “Kalau aku, pergi ikut pedagang jadi bisa naik kereta dan juga naik kapal pinisi ke tanah Bali. Dari tanah Bali menyeberang ke tanah Jawa, di sana aku belajar menguasai syair hingga akhirnya aku memutuskan terbang menyeberangi lautan ke Andalas.”
“Bagaimana denganmu Boe?” tanya Mutia.
“Aku dibawa ke markas OPD dan ditemukan dengan ka Isogi. Kemudian, aku hanya mengikutinya melakukan misi menuju negeri Tirta, dan mendarat di tanah Papandan. Lalu, bertemu kalian di tanah Musi,” jawab Boe.