Langit malam terang bulan meskipun purnama dua malam lagi. Terlihat Mutia duduk di tepi sungai dengan menjatuhkan kakinya ke dalam air sungai yang tidak deras arusnya setenang suasana kampung di pinggiran tanah Asmat. Sesekali angin semilir menerpa wajahnya, tapi Mutia tidak merasakan dingin. Pikirannya mengawang pada Galigo yang belum juga kembali.
Sesekali dia mendongakkan wajahnya ke langit kalau-kalau terlihat sekelebat roh Sawerigading melintas membawa kekasihnya, namun nihil hanya bayang kelelawar terbang mencari makan. Lalu, dia menunduk kembali memperhatikan air sungai. Sekumpulan serangga air menyala remang-remang di atas permukaan sungai.
Tiba-tiba, Isogi datang menemani duduk Mutia. “Galigo pasti baik-baik saja!”
“Perasaanku tidak enak memikirkannya.”
“Yakinlah, dia sudah terbiasa berkelana seorang diri.”
Mutia mengangguk dan menyandarkan kepalanya di bahu Isogi yang duduk di samping nya. “Bagaimana denganmu? Apa ada seseorang yang akan kamu temui setelah kembali ke sini?”
Isogi ingat dirinya pergi waktu masih sangat muda dan tidak banyak teman masa kecil yang menemani sehariannya. Dia tahu, rumahnya pun pasti sudah tidak ada. Setelah kematian ibunya, dia tinggal di rumah bujang yang disebut Jew. Sebenarnya di sana dikhususkan bagi pemuda laki-laki tapi Isogi diangkat oleh Mama penjaga rumah Jew di sana.
Rumah Jew sendiri merupakan tempat yang disucikan oleh penduduk tanah Asmat. Letaknya jauh dari keramaian dan tersembunyi di balik bukit dengan aliran anak sungai yang tidak mengarah ke laut atau aliran sungai mati.
Penghuni rumah Jew pun tidak diizinkan keluar komplek perumahan kecuali setahun sekali bagi pemuda yang dinyatakan telah dewasa atau mendapatkan undangan dari pihak keraton untuk upacara ketika terjadinya gerhana bulan. Isogi yakin tidak ada seorang pun yang ingin dia temui kecuali Mama Maigoei yang pernah merawatnya.
Mutia yang bersandar manja pada Isogi, tiba-tiba menarik dirinya. “Lalu kenapa kamu tidak berkunjung ke rumah Jew?”
“Itu tidak mungkin, perempuan muda dilarang memasuki Jew karena diyakini bisa menodai kesucian rumah bujang itu.”