Matahari terbit di belakang air terjun Flamingo yang merupakan air terjun terlebar dan tertinggi di dunia. Di bawah air terjun itu terbagi lima anak sungai besar yang kemudian bercabang-cabang menjadi ratusan anak sungai. Berkelok-kelok memenuhi lembah Agats, kadang setiap anak sungai saling bertemu dalam satu aliran yang pada kesemuanya bermuara menuju samudra Arafura.
Di antara ratusan anak sungai, ada satu anak sungai tersembunyi yang mengalir dibawah tebing batu yang menjadi benteng alam tanah Asmat. Kemudian, muncul di permukaan sungai yang terlindung lebatnya hutan. Air sungai di sana cukup tenang sebab tidak bermuara ke lautan, akan tetapi sungai itu buntu. Di mana ujung sungainya terdapat sebuah pondok pemukiman yang disebut rumah Jew.
Dari teras rumah Jew yang disanggah di atas sungai, seorang penghuni rumah Jew melihat tubuh pemuda mengambang di permukaan air. “Ada orang mengambang di sungai,” teriaknya membuat sebagian penghuni rumah Jew yang merupakan para bujang di tanah Asmat keluar untuk memastikannya.
“Ayo tolong de, mungkin de hidup masih,” perintah satu-satunya wanita yang terlihat di sana.
Seorang bujang di sana pun segera mencebur ke sungai untuk menarik tubuh yang hanyut itu, lalu mengangkatnya ke teras rumah Jew. Dia pun memeriksa tubuh itu dengan mendengarkan detak jantungnya. “De masih hidup,” ucapnya.
Segera bujang itu memberikan pertolongan pertama untuk mengeluarkan air yang terminum banyak dan memberikan nafas buatan. Tapi, orang yang hanyut itu tidak segera sadar.
“Angkat de masuk rumah!” Wanita itu menyuruh kembali dan empat bujang mengangkatnya bersamaan.
Selanjutnya, orang yang hanyut itu dibaringkan di atas sebuah tikar anyaman daun sagu. Diperhatikannya wajah orang itu yang sangat mencolok dengan kulit berwarna putih terang dan wajah yang tampan, rambutnya lurus panjang berwarna kecoklatan.
“De bukan orang Asmat, Mama,” sebut seorang bujang meskipun orang yang hanyut itu juga terlihat seumuran mereka mengenakan baju rumbai.
Wanita yang disebut Mama itu memeriksa pemuda tersebut. Lengan tangannya yang besar penuh dengan lemak itu memeriksa suhu tubuhnya yang dingin. Warna kulitnya yang hitam sangat berbanding terbalik dengan pemuda tersebut.
“Ambilkan kain tuk hangatkan tubuh de punya,” ujarnya memerintahkan.
Satu orang bujang pun mengambil kain dari kulit kayu yang diserahkan kepada wanita itu. Langsung, kain itu diselimutkan ke tubuh pemuda tersebut. Setelah itu, dia menyuruh para bujang untuk meninggalkan ruangan untuk pergi belajar. Sementara itu, dia akan menyiapkan pakaian untuk pemuda tersebut.
Dia pun menggantikan pakaiannya yang basah dengan pakaian khas bujang penghuni rumah Jew. Lalu dia meninggalkan pemuda itu untuk pergi melaksanakan pekerjaannya sebagai satu-satunya Mama di rumah Jew.
***
Setelah selesai belajar, beberapa bujang berkumpul menuju kamar tempat pemuda yang hanyut terbaring belum sadar. Dengan penuh penasaran, mereka berbisik-bisik mengenai dirinya yang berkulit putih dan sangat tampan, tubuhnya pun berotot menunjukkan bahwa pemuda itu seorang pengembara yang mungkin tersesat di tanah Asmat.
“Kira-kira anak itu dari mana berasal ya?” ucap seorang bujang.
Teman yang berdiri di sampingnya memperhatikan pemuda itu menimpali. “Sepertinya asli bukan negeri Karra sebab de kulit punya warna putih terang dan rambut de punya lurus terlihat halus.
Para bujang pun saling memperhatikan satu sama lain. Mengingat dirinya berkulit hitam dan berambut ikal. Mereka pun saling tertawa menyadari perbedaan itu. Tentu mereka tahu bahwa di dunia ini tidak hanya ada ras Labadios yang berkulit hitam, tapi juga ada ras lain yang hidup di daratan berbeda. Pengetahuan itu mereka pelajari selama tinggal di rumah Jew.