GALUH

Prayogo Anggoro
Chapter #137

S3. Menjelang Gerhana

Menjelang pagi hari, para bujang bertugas keliling tanah Asmat menggunakan lesung. Setiap lesung terdiri dari tiga orang bujang. Dua bertugas mendayung lesung dan satunya memainkan tifa, sebuah alat musik pukul untuk memberikan adanya peringatan. Ratusan bujang dari rumah Jew sudah ditugaskan oleh guru mereka untuk menjalankan tugasnya.

Di pagi itu, alunan musik tifa menggema di seluruh tanah Asmat mengabarkan kepada penduduk bahwa akan diadakan sebuah upacara ritual. Dari irama yang dimainkan beralunan sendu dengan aura mistis membuat semua penduduk tahu bahwa berita itu memberitahukan akan adanya peristiwa gerhana bulan nanti malam.

Semua penduduk tanah Asmat pun bersiap-siap menyambut gerhana bulan, pekerjaan mereka sehari-hari harus ditinggalkan. Semua orang sibuk membersihkan patung bis di depan rumahnya, sambil memanjatkan doa yang mereka percaya pada saat digelarnya upacara ritual, patung itu akan bergerak menari melindungi rumah mereka dari bala atau bahaya.

Melihat kesibukan penduduk yang serentak tanpa perintah dan pengawasan yang memaksa, para Tetrabarun percaya bahwa hal ini bukan suatu yang main-main direncanakan oleh ketua suku. Mereka pun menemui awak kapalnya untuk memberitahukan mengenai gerhana bulan, kalau-kalau terjadi gelombang laut pasang yang bisa menghancurkan kapal-kapal mereka.

Di sisi lain, Mutia berkumpul bersama temannya untuk rencana mencari Galigo. Akan tetapi Mandinuma melarangnya sebab upacara ritual akan diselenggarakan nanti malam. “Lebih baik kalian ikuti hukum adat di tanah ini,” ucap Mandinuma.

“Aku tahu ritual ini sangat sakral di tanah Asmat,” balas Isogi. “Tapi keselamatan Galigo juga penting bagi kita semua.”

“Sebagai orang Asmat seharusnya au tau nona,” sahut Mandinuma yang sibuk membersihkan patung bis bersama saudaranya.

Mereka semua berada di depan rumah seperti kebanyakan orang Asmat yang melakukan hal sama layaknya yang dilakukan Mandinuma. Isogi tahu mengenai hal tersebut, dia berkata demikian hanya untuk menenangkan Mutia bahwa dirinya juga peduli dengan keselamatan Galigo.

Berdasarkan informasi yang diceritakan Sandanu setelah pergi ke pusat tanah Asmat, Isogi tahu bahwa Galigo yang mendapatkan serangan dari salah satu Tetrabarun masih berada di tanah negerinya. Mungkin seseorang sedang merawatnya atau bisa jadi Galigo sudah pulih dan berusaha melakukan sesuatu.

“Jika kamu masih khawatir dengan Galigo,” Isogi menyentuh punggung tangan Mutia yang tergeletak di panggungnya. Keduanya sedang duduk di tepi teras rumah tysem yang langsung menyentuh bagian sungai. “Kita akan cari bersama malam ini ke pusat tanah Asmat ketika upacara ritual berlangsung.”

“Apa tidak apa-apa kita pergi ke sana?” sahut Boe. “Ka Mandinuma bilang kita harus tinggal di rumah.”

Mandinuma yang dengar rencana mereka tidak akan mencegah rencana itu, dia beranjak dari depan patung bis masuk ke rumahnya lalu keluar kembali membawa sesuatu. “Jika kalian tetap akan pergi, pakailah ini topeng untuk ritual malam nanti.”

Mandinuma memberikan mereka topeng masing-masing sebab dalam ritual malam nanti akan terjadi sesuatu hal gaib yang mendatangkan roh leluhur, karena itu semua orang yang keluar rumah wajib mengenakan topeng yang terbuat dari kayu dengan ragam yang tidak mesti sama bentuk dan gambarnya.

Isogi yang mendengar hal tersebut seakan ingat peristiwa yang pernah dialaminya waktu kecil namun tidak ingat secara pasti kejadian itu. Dia pun menerima topeng dari Mandinuma dan meyakinkan yang lainnya bahwa malam nanti mereka akan pergi ke pusat tanah Asmat.

“Kasumasa Mandinuma,” ucap Isogi dan lainnya berterima kasih.

Mandinuma sendiri akan tinggal di rumah berkumpul dengan keluarganya. Sore nanti ayah dan ibunya yang bekerja di pusat tanah negeri untuk berdagang pasti pulang. “Kalian bisa pergi menggunakan lesung sekarang biar bisa cepat sana.”

Lihat selengkapnya