GALUH

Prayogo Anggoro
Chapter #138

S3. Ritual Bunmar Pokbui

Bulan purnama telah menampakkan dirinya menerangi tanah Asmat. Seluruh penduduk sengaja memadamkan penerang untuk menikmati cahaya bulan sebelumnya datangnya gerhana membawa kegelapan. Saat ini, mereka memanjatkan doa di depan patung bis yang diyakini mampu menjaga saat terjadi gerhana dari marabahaya.

Suasana sangat sunyi dan khidmat, tidak boleh adanya bebunyian ataupun suara gaduh. Karena penerang mati serentak untuk menikmati cahaya purnama, dari dasar laut muncul binatang bercahaya ke permukaan, bola-bola landak. Seketika koloni binatang itu membuat penduduk Asmat tidak ada yang mendayung lesungnya. Jika bepergian mereka harus berjalan kaki di antara teras-teras rumah tysem yang terbuat dari kayu menyambung sepanjang aliran sungai.

Semakin sunyinya malam purnama, perlahan binatang yang muncul dari dasar sungai itu memanjangkan duri-duri halusnya di mana ujungnya terdapat bulu-bulu halus yang membuat bola-bola landak bisa terbang di udara. Suasana saat inilah, yang membuat orang asing merasakan pemandangan alam yang langka.

Terlihat kru-kru kapal perompak berjajar di dek kapal untuk melihat pemandangan yang sangat menakjubkan. Ketiga Tetrabarun pun tidak ketinggalan berdiri di buritan keraton Agats untuk menyaksikannya hal tersebut.

“Tanah Asmat menyimpan banyak misteri alam dengan keindahannya,” ucap Baruna Kala yang tidak hanya melihat fenomena alam yang indah saat ini, tapi juga menemukan gua di balik air terjun raksasa yang menyimpan aliran waktu.

Di sampingnya berdiri Baruna La Bolionto dan Baruna Intcjeh tidak berani bersuara. Keduanya memberikan tanda isyarat agar Baruna Kala diam. Mereka berbarengan meletakan jari telunjuk di tengah mulut masing-masing.

Di tempat yang berbeda, di tengah penduduk tanah Asmat yang sedang berdoa. Terlihat empat pemuda berjalan menyusuri sisi sungai untuk mendekati keraton Agats. Mereka semua berhenti melangkah ketika binatang yang awalnya nampak bercahaya di dalam sungai kini melayang di udara. Mutia dan Isogi sebelumnya pernah melihat binatang itu saat berenang di dekat air terjun Flamingo.

“Saya tidak menduga binatang yang awalnya kulihat di dasar sungai kini terbang seperti bola cahaya di udara,” ucap Mutia.

Saat semua udara di tanah Asmat dipenuhi bola-bola landak, di permukaan sungai mulai nampak serangga-serangga air yang baru mengeluarkan cahayanya berkelap-kelip meluncur berubah-ubah warna, dari hijau, ungu, lalu biru. Penduduk tanah Asmat yang sudah mengetahui keberadaan binatang tersebut tetap berdoa dengan khidmat, mereka percaya kemunculan binatang itu untuk menampakan dirinya sebagai bukti mulai hadirnya roh-roh leluhur untuk memasuki patung-patung bis di depan pintu mereka.

Berbeda dengan penduduk Asmat yang memanjatkan doa, para bujang mempersiapkan diri berbaris mengelilingi pinggiran delta di keraton Agats. Dengan mengenakan pakaian khasnya yang sederhana yaitu koteka, kali ini tubuh mereka dilukis warna-warni yang bercahaya entah dari bahan apa.

Baruna Intcjeh yang melihat pemuda-pemuda datang melintas di depannya dengan pakaian seperti ini, seketika dirinya terkejut. Wajahnya merah dan jatuh pingsan. Baruna Kala dan Baruna La Bolionto yang berdiri di sampingnya segera mengangkat tubuh wanita itu masuk keraton Agats, mereka membaringkan Baruna Intcjeh di atas permadani di dekat kolam pemandian.

Dari dalam keraton ketua suku keluar secara anggun, tubuhnya pun dilukis garis-garis yang bercahaya di lengah, pipi dan bagian atas dadanya, juga bagian kakinya yang terlihat. “Bunmar Pokbui akan dimulai!”

Lihat selengkapnya