GALUH

Prayogo Anggoro
Chapter #139

S3. Tetrabarun

Sebelum purnama bersinar.

Rumah Jew yang ditinggalkan penghuninya hanya ada Mama Maigoei seorang diri setelah mengizinkan Galigo dan Sikerei pergi dari sana. Di antara koridor panjang rumah Jew, Mama Maigoei terlihat berjalan dengan rasa was-was seperti ada hal yang sedang dipikirkan. Begitu dia melewati sebuah jembatan penyeberangan tiba-tiba dikagetkan sesuatu yang seakan jatuh dari langit berdebum di atas jembatan.

Mama Maigoei segera menolehnya dan melihat seseorang mencoba berdiri. Seorang pemuda mengenakan sebuah jubah hitam dengan corak rasi bintang di punggungnya. Dia berjalan mendekatinya dan seketika mengenal wajah itu, pemuda tampan dengan rambut warna biru. “Baruna?”

“Mama Maigoei,” sebutnya mendesis kesakitan.

Segera Mama Maigoei membantunya berdiri dan mengantarnya ke sebuah ruangan rumah Jew. Dia pun mengambilkan air minum untuknya, dengan rasa khawatir dia bertanya, “apa yang telah terjadi?”

“Aku terseret aliran waktu,” jawabannya.

Mama Maigoei mengenal pemuda itu yang datang tahun lalu ke tanah Asmat bersama kru kapalnya yang dikenal sebagai perompak. Awalnya, pihak keraton mencoba mengusirnya namun setelah berdiskusi dengan ketua suku Syuru Isoray, akhirnya dibuat sebuah kesempatan. Tetrabarun itu menawarkan diri membantu ketua suku mengenai Karradev yang pernah meneror tanah Asmat dengan mengutus para Suanggi. Pemuda tersebut mengaku akan pergi ke tanah Dani bersama temannya sementara kru kapalnya tinggal di tanah Asmat.

“Seorang pemuda datang ke rumah Jew dan memberitahukan yang terjadi di tanah Dani dan mengenai kalian yang berhasil mengambil mahkota elemen cahaya,” ujar Mama Maigoei, dia bercerita mengenai Galigo dan apa yang diceritakan kepada para guru besar.

Pemuda itu pun mengingat anak-anak muda yang dia lihat di dunia liliput dan berhasil mengalahkan temannya di sana. Lalu dia juga menceritakan apa yang dialaminya setelah melarikan diri dari dunia liliput. Selain itu, dia memberitahu mengenai kebaikan Karradev Janggi yang mencegah siapa pun melawan temannya yang sekarat juga membiarkan dirinya melarikan diri begitu saja.

Mama Maigoei tahu maksud pemuda itu mengenai Karradev Janggi. “Kami di tanah Asmat akan memberikan kesempatan untuk menjalin hubungan dengan beliau, lagi pula tanah Dani telah membuka diri untuk menerima para duta dari seluruh tanah negeri di daratan Labadios.”

“Aku harus pergi sekarang.” Setelah bercerita, pemuda yang disebut Baruna oleh Mama Maigoei akan bergegas pergi mengingat misinya belum selesai sebab dirinya masih membawa mahkota elemen cahaya.

“Gerhana bulan akan terjadi nanti malam dan ritual Bunmar Pokbui akan diselenggarakan di keraton Agats,” ujar Mama Maigoei sambil berdiri mengambil sebuah topeng tergantung di dinding rumah Jew. “Pakailah topeng ini.” Wanita bertubuh tambun itu juga menceritakan rencana guru besar dan ketua suku Syuru Isoray.

Baruna muda yang dikenal sebagai penakluk lautan, menerima topeng dari Mama Maigoei dan segera memakainya. Selain itu, Mama Maigoei pula memberikan sebuah anak panah untuk menembus selubung sastra yang diperkuat guru Irimiami sebagai pelindung rumah Jew.

Kemudian di atas sebuah jembatan, Baruna muda yang kini mengenakan topeng wajah yang membentuk seperti gelombang menutup sebagian sekitar mata dengan lengkung ke atas sebelah kanan dan lengkung ke bawah sebelah kiri menutup permukaan hidung melintang ke pipi tanpa menutupi mulut dengan pipi kanan yang terlihat, begitu pula dahi kiri atas hingga rambut biru jatuh hampir mengenai topeng. Dia menarik busurnya untuk melepaskan anak panah dari Mama Maigoei.

Mama Maigoei berdiri di koridor rumah Jew memperhatikan Tetrabarun muda itu, ketika anak panah melesat menembus selubung sastra seketika pemuda itu menghilang mengikuti arah melesatnya anak panah.

“Semuanya akan dimulai,” ucap Mama Maigoei.

***

Air laut surut kala sore menjelang menciptakan sebuah pulau pasir yang tersembunyi di tengah lepas pantai yang disebut atol. Saat matahari terbenam sempurna menyisakan guratan mega, sebuah anak panah melesat tertancap di atas atol itu lalu berubah menjadi seseorang berdiri memakai jubah hitam. Orang yang memakai jubah hitam itu melihat arah tanah Asmat yang tertutup puluhan kapal layar yang berlabuh.

Dia berdiri seorang diri seakan sedang menanti, hingga bulan purnama bersinar terang dan permukaan atol yang sebelumnya luas mulai sempit akan tenggelam. Tak lama kemudian, muncul seorang wanita yang mengenakan jubah sama dengan dirinya dengan corok rasi bintang berbeda di bagian punggung. 

“Maafkan aku datang terlambat, Sagitarius,” ujar wanita yang menatap dengan warna mata putih.

Lihat selengkapnya