GALUH

Prayogo Anggoro
Chapter #141

S3. Melawan Perompak

Sekeras apa pun mencoba bertahan dari serangan musuh tiga orang sekaligus tentu mengalami kesulitan, apa lagi harus mencoba menyerangnya. Bahkan kekuatan musuh yang sebelumnya pernah ditaklukkan kini telah mengalami peningkatan, karena itu Baruna Arai merasa kewalahan menghadapi tiga Tetrabarun bersamaan. Kini dia pun tersungkur dengan menahan rasa sakit di tubuhnya.

“Apa cukup segitu kemampuan orang yang ingin menjadi kaisar samudra dan salah satu anggota Arakar yang ditakuti lima negeri besar karena berhasil melumat istana negeri Karra?” ucap Baruna Intcjeh merasa unggul meskipun serangannya mendapatkan dukungan dari Tetrabarun lain.

Baruna La Bolionto membunyikan persendian jari lengannya. “Aku sudah tidak sabar untuk menghabisinya.

Sementara itu, Baruna Kala melakukan sesuatu yang lebih berguna untuk menolong kru perompak yang mungkin masih hidup, perputaran waktu yang tak pernah ada hentinya menjadikan sastra alam yang paling besar untuk diserap. Setelah berhasil menyerap sastra alam, dia berjalan menepi delta sementara dua Tetrabarun menghajar Baruna Arai bergantian.

“Denting waktu berdetak mengubah alur kehidupan tanpa tertekan sesuatu yang menghambat, batu mutiara sandikala bersinar....” Kala Samudra memajukan kaki yang dilingkari batu akik, seketika pijakannya menyala menyebar. “Bahtera Waktu.”

Sinar terang putih menyebar di depan Baruna Kala menghampiri orang-orang yang merintih menahan sakit berjuang untuk hidup. Atau mereka yang mungkin tak sadarkan diri dilumat ombak namun detak jantung masih berdetak. Dengan syair bahtera waktu, Baruna Kala mengembalikan kekuatan fisik mereka seperti sediakala sebelum mendapatkan serangan dari kekuatan khodam.

Setelah itu, kru perompak yang berhasil melewati sekarat berenang menuju delta untuk membantu kaptennya memberikan bantuan. Baruna Kala berhasil dengan tujuannya menyelamatkan mereka dan kembali berkumpul dengan Tetrabarun.

“Apa dia akan menyerah dan tunduk?” tanya Baruna Kala.

Baruna La Bolionto mendengus kesal. “Anak itu keras kepala.”

Baruna Arai mencoba berdiri meskipun sekujur tubuhnya terasa sakit, diam-diam dari telapak kakinya mencoba menyerap unsur alam dan itu kemampuan yang sulit dikuasai. Biasanya seorang jewel menyerap sastra alam membutuhkan konsentrasi tinggi melalui telapak tangannya, tapi Baruna Arai mampu melakukan lebih.

Saat dia berdiri tegak, dilihatnya melalui sinar bulan purnama, dari arah laut berbondong-bondong kru perompak datang berkumpul. Dia tidak menduga bahwa mereka masih ada yang selamat, tapi saat melihat Baruna Kala yang tersenyum licik, Baruna Arai tahu bahwa orang itu berhasil menolong beberapa orang.

Meskipun dari pihak lawan datang pasukan, tanpa diduga di belakang Baruna Arai dari dalam keraton Agats terdengar semangat berjuang untuk mengusir perompak. Mereka adalah prajurit keraton dan para bujang rumah Jew, ada pula Isogi yang datang bersama teman-temannya. Sementara itu, di atas balkon keraton Agats berdiri ketua suku dengan guru besar untuk memberikan dukungan melalui selubung sastra yang melingkupi tubuh mereka.

Isogi yang dipercaya untuk memimpin pasukan berdiri di samping Baruna Arai. “Sekarang kami akan berjuang melindungi tanah kami dan mengusir perompak dari tanah ini.”

“Kalau begitu, aku akan mencoba memulihkan kekuatan.” Baruna Arai menarik diri, dan saat berpapasan di antara Sandanu dan Mutia dia merasakan kekuatan sastra yang lebih besar dari sebelumnya. Baruna Arai tahu dia anak-anak muda di dunia liliput yang berhasil mengalahkan Taurus setelah menjalin kontrak dengan roh bintang.

Baruna Arai juga tahu mereka belum mampu menggunakan kekuatan sastra khodam. “Hati-hati melawan Tetrabarun!” Baruna Arai menepuk bahu Sandanu.

“Yah!” jawab Sandanu singkat penuh semangat. Sebelumnya, ketua suku menceritakan hubungannya dengan kapten Borneo itu meskipun hal yang lain tidak diceritakan mengenai keanggotaannya sebagai Arakar. 

Selanjutnya Isogi mengangkat tangannya sambil berteriak. “Serang!”

Para bujang rumah Jew yang berada di barisan depan menyerang perompak dengan tombak dan tamengnya, sedangkan pasukan keraton di barisan belakang melesatkan anak panah yang dilumuri racun katak mematikan. Para perompak baru saja menginjakan kaki di atas delta langsung terjatuh terkena anak panah. Selain itu, kru perompak yang lebih dulu datang dengan senjata khasnya yaitu golok langsung bertempur menghadapi para bujang dari rumah Jew.

Lihat selengkapnya