Baruna Arai memasuki keraton Agats untuk memulihkan kembali kekuatan. Ruangan lengang di lantai dasar ini tidak memiliki sekat dinding dari kayu hanya pilar-pilar kayu gelondongan dengan tirai suluran daun yang terikat membentang di tiang ke tiang. Dia duduk bersila di atas permadani dekat sebuah kolam pemandian.
Karena semua penjaga keraton sedang berperang, atau para pelayannya menyelematkan diri. Isi ruangan tidak ada siapa pun yang Baruna Arai temui. Setelah dirinya merasa baikan hendak kembali keluar ada sesuatu yang aneh di ruang yang sebelumnya aman.
Dia memperhatikan setiap tirai daun yang tersusun rapi. “Batu pirus bersinar.... bumerang.” Sebuah bumerang kayu berputar mengenai semua tirai daun yang langsung terjatuh. Setelah semua tirai terpotong, terlihat sebuah jaring laba-laba menggantikan semua tirai mengelilingi Baruna Arai.
“Ternyata kamu menyadarinya juga,” suara Baruna La Bolionto terdengar.
Baruna Arai mencoba mencari sumber suara itu. Dia sama sekali tidak menemukannya. Dan tiba-tiba sebuah benang laba-laba mencoba mengenainya dari atas menyilang ke bawah. Bukan hanya dari satu arah. Saling silang benang itu mencoba menyerangnya, Baruna Arai terus menghindari. Meskipun demikian, benang itu bukan hanya serangan biasa yang seharusnya hilang jika tidak mengenai sasarannya.
Setelah hampir seruangan di penuhi benang laba-laba bersilangan membuat Baruna Arai harus memusatkan aliran sastra di seluruh tubuhnya supaya bisa berdiri di antara benang-benang itu yang memiliki rekatan untuk menempel, kali ini dari benang ke benang muncul cabang yang makin rapat silangannya membentuk jaring.
Seakan menjebak Baruna Arai untuk tidak bergerak menemukan celah. Kapten perompak Borneo itu masih belum mengetahui apa yang akan terjadi dengan jebakan sampai akhirnya dia menyadari, banyak berjalan di jaring tersebut laba-laba putih yang dia yakin pasti beracun.
“Kamu tidak akan bisa meloloskan diri dari sarang laba-labaku.”
Baruna Arai memanggil senjata dari dunia roh batu akik melalui mantranya. “Panah Arjuna.” Anak panah yang melesat mengenai setiap laba-laba membuat binatang itu hilang terputus dari aliran sastra pengendalinya.
“Bagaimana kalau laba-laba yang datang lebih besar,” ucap Baruna La Bolionto masih belum menampakan diri. Kali ini seekor laba-laba lima kali lipat besarnya muncul sambil menyemburkan benangnya.
Karena sarang laba-laba menyesuaikan ukuran binatang yang ada hal ini memudahkan Baruna Arai untuk bergerak walaupun serangan benang laba-laba itu terlalu cepat untuk dihindari. Maka dari itu, dia mencoba melakukan serangan menggunakan syair.