Ketika kubah jaring tercipta oleh Baruna La Bolionto, Baruna Intcjeh melihat Baruna Kala melarikan diri. Kapten Javanica itu masuk ke dalam sungai dan entah pergi ke mana sementara pasukan perompak pun berkurang drastis mengingat mereka sebelumnya bisa pulih karena kekuatan sastra Baruna Kala.
Kepergian Baruna Kala membuat Baruna Intcjeh harus menghadapi lawan tambahan. Dia menyeringai saat Sandanu datang mendekat. “Kamu semakin tampan saja Sandanu.”
Sandanu yang awalnya tidak menyadari wanita itu heran, tapi saat memperhatikan tingkah dan penampilannya dia ingat. “Nona Intcjeh.”
“Anak muda memang memiliki ingatan yang kuat.”
“Nona juga masih ingat denganku,” balas Sandanu. “Bagaimana nona Intcjeh bisa ada di sini, apa nona Intcjeh salah satu dari pasukan Tetrabarun?”
Mendengar ucapan Sandanu yang tidak menyadari keberadaannya membuat wanita itu kesal. “Aku ini salah satu Tetrabarun itu, Sandanu.”
Sangat jujur di awal Sandanu tidak menyadarinya. Dia ingat bagaimana tingkahnya yang centil dan suka menggoda saat di tanah Batak dulu. Sandanu tidak percaya bahwa nona Intcjeh bisa menjadi seorang Tetrabarun meskipun dulu sempat mengajaknya untuk bergabung menjadi kru kapalnya sebagai perompak dan Sandanu menolak.
Karena masih belum yakin, Sandanu bertanya pada Mutia. “Apa benar nona Intcjeh, Tetrabarun yang kita maksud?”
Melihat Mutia mengangguk mengakui dirinya sedangkan Sandanu tercengang menatapnya tidak percaya, Baruna Intcjeh senyum menggoda. “Kalau begitu, bagaimana jika kamu buktikan Sandanu,” ucapnya sambil membenarkan topi anyaman bambunya. “Karena aku seorang diri harus melawan kalian berempat dan salah satu dari kalian anggota OPD, aku akan menyerang lebih dulu.”
“Batu cimpago bersinar..... nafas langit.” Baruna Intcjeh menyerang mereka dengan mantra yang lagi-lagi sama dikuasai Galigo.
Sandanu pun terkejut kemampuan mantra yang digunakan nona Intcjeh. “Bagaimana nona Intcjeh bisa menggunakan mantra milik Galigo?”
Melihat Sandanu juga terkejut seperti pertama kali Mutia mengetahuinya. Baruna Intcjeh tertawa ngikik sambil menutup mulutnya seakan-akan seperti wanita yang menjaga sikapnya. “Sebenarnya teman kalian itu yang belajar kepada muridku di negeri Sabda. Gadis yang tidak tahu diri pergi setelah berhasil mempelajari mantra andalanku.”
Baruna Intcjeh sedikit bercerita bahwa seorang anggota kru di kapalnya, dia ajari mantra tersebut sebab memiliki elemen sastra yang sama. Bukan hanya mantra nafas langit, untuk menjadi seorang pencuri harus bisa menggunakan kemampuan elemen udara yang lembut agar kekuatan sastranya tidak mudah dirasakan. Tapi setelah berhasil belajar banyak darinya, gadis itu pergi ketika berlabuh di tanah Bali.
“Jadi beritahu temanmu Sandanu,” ucap Baruna Intcjeh. “Karena dia menguasai sastra yang sama denganku, aku bersedia menerimanya menjadi...” Intcjeh menoleh Mutia. “Kekasihku. Oh Galigo yang tampan.”
“Aku tidak akan memberikan Galigo kepada wanita sepertimu,” sahut Mutia. “Jarum air.”
Baruna Intcjeh bertingkah manja pada Mutia. “Dulu kamu kesal jika aku dekat Sandanu, sekarang kamu marah jika aku jatuh cinta pada Galigo. Kamu terlalu serakah Mutia.”