Labuan Bajo merupakan pelabuhan paling ujung timur jalur pelayaran antar pulau di negeri Sabda yang merupakan sebuah negeri kepulauan dengan satu pulau terbesar yaitu daratan Javanica. Saat matahari terbit, Sandanu dan teman-temannya segera ke dermaga agar mendapatkan tempat di kapal. Sebuah kapal layar bernama Golekan menjadi alat transportasi penyeberangan. Kapal yang memiliki geladah tanpa kabin kedua di bagian akhir buritan, terdapat dua layar dengan sokong yang didukung galah dan tali. Lambung kapal berwarna putih, sedangkan atas tiang warna hitam.
Pelayaran kapal golekan hanya dijalankan di pagi sampai sore hari, sebab itu selalu mengejar waktu dari pelabuhan ke pelabuhan berikutnya untuk menginap. Setiap keberangkatan terdapat puluhan kapal golekan secara langsung dalam rute yang sama karena kapal layar tersebut tidak bisa menganggut banyak penumpang seperti kapal pinisi.
Dan malam berikutnya, kapal golekan membawa rombongan Sandanu sampai di tanah Sumba untuk bermalam, sebuah tanah negeri yang mencakup satu pulau yaitu pulau Sumba. Penduduk tanah Sumba membangun rumahnya berbentuk persegi empat dengan empat tiang utama sebagai penopang atap yang terbuat dari tumpukan jerami. Rumah tersebut memiliki dua pintu di samping kanan dan kiri tanpa jendela hanya lubang kecil di dindingnya yang terbuat dari anyaman dahan sawit atau selubung pinang. Setiap depan rumah yang bernama Uma Kamadungu tersebut, dihiasi tanduk kerbau sebagai pengingat pengorbanan masa lalu.
“Setiap penumpang kapal golekan sudah disediakan penginapan untuk bermalam,” sambut pelayan di dermaga. “Karena itu, kalian tidak perlu mencari penginapan lagi.”
Pria yang menyambut rombongan Sandanu segera mengantarkan mereka menuju penginapan tidak jauh dari dermaga dengan berjalan kaki. Nyala penerang di jalan besar memperlihatkan keramaian tanah Sumba saat itu.
“Apa yang sedang terjadi di sana?” tanya Isogi memperhatikan orang-orang berbondong-bondong ke suatu tempat.
Pelayan dermaga menjawabnya, “malam ini seorang pendeta Marapu bersiap akan pergi menuju tanah Bali untuk pertemuan Nawaoza sebabnya orang-orang melakukan gelar doa bersama untuk keberangkatannya.”
“Nawaoza?” tanya putri Rheina.
“Baru tahun ini, agama Marapu terpilih menjadi anggota Nawaoza setelah keluar salah satu pendeta yang menyatakan agamanya tidak sejalan dengan tujuan Nawaoza.”
Putri Rheina telah mengetahui mengenai perkumpulan para guru spiritual yang disebut Nawaoza meskipun tidak tahu dari aliran agama mana saja yang menjadi anggotanya. Dan di tanah Sumba, dia mengetahui bahwa agama Marapu termasuk salah satu anggotanya.
Di samping itu, Sandanu menyaksikan apa yang sedang dilakukan penduduk tanah Sumba. Di antara rumah-rumah Uma Kamadungu ada juga sebuah bangunan yang memiliki atap menara yang disebut Uma Batangu sebagai kuil umat Marapu. Keramaian bersumber dari salah satu Uma Batangu di kejauhan saat Sandanu dan teman-temannya melintas jalan besar.
Doa yang dipanjatkan oleh umat Marapu berlangsung semalam suntuk sampai tiba waktunya keberangkatan sang pendeta Marapu. Karena itu, Sandanu dan teman-temannya setelah bangun pagi bisa menyaksikan kembali iring-iringan orang yang mengantar sang pendeta sampai pintu dermaga.
Ada sebuah pertunjukan tari yang terdiri dari empat penari pria yang memainkan pedang dan enam penari wanita yang memainkan selendang di depan tandu pendeta yang digotong oleh empat orang. Para penari diiringi oleh musik gong yang bersahutan dengan tempo yang cepat, tarian itu disebut tari Woleka.
Karena arak-arakan tersebut, Sandanu dan teman-temannya menunggu sang pendeta lebih dulu masuk ke kapal golekan. Baru setelah itu, penumpang lainnya menuju dermaga dan kapalnya. Rombongan kapal golekan kembali berlayar meninggalkan tanah Sumba.
***
Laut Sawu menjadi jalur yang dilalui oleh kapal golekan saat itu yang membentang di bagian selatan dari pulau Flores hingga pulau Dewata nanti. Semua barisan pulau terletak di bagian utara laut Sawu kecuali pulau Sumba di sebelah selatan laut Sawu. Dari tanah Sumba, kapal golekan menuju tanah Sumbawa membawa rombongan Sandanu yang satu kapal dengan pendeta Marapu dari tanah Sumba.