GALUH

Prayogo Anggoro
Chapter #160

S4. Keraton Bedulu

Tidak seperti kebanyakan keraton ketua suku tanah negeri, keraton Bedulu yang merupakan singgasana ketua suku tanah Bali letaknya terpisah dari pemukiman penduduk. Berada di seberang kaki gunung Agung, dan tersembunyi di antara perbukitan batu yang telah terpahat rapi berbentuk balok. Tentu saja, hal ini yang menyebabkan bahwa tidak sembarangan orang yang bisa berkunjung ke sana.

Saat rombongan Sandanu sampai di lingkungan keraton, mereka pun dicegah untuk masuk. Untung saja, identitas Isogi sebagai anggota elit OPD bisa mempermudah perizinan masuk meskipun penjaga keraton tidak menjamin mereka bisa menemui ketua suku sebab keberadaannya yang bahkan sangat misterius bagi orang Bali termasuk orang yang bekerja di keraton.

Dari gerbang depan lingkungan keraton yang terlindung bukit batu dengan pintu masuk sebuah gapura candi yang menjulang tinggi, sebuah kereta kencana disiapkan untuk mereka karena letak bangunan keraton sendiri masih terbilang jauh untuk berjalan kaki. Meskipun bangunan utama keraton tidak terlihat, namun ada sebuah patung besar yang menjulang lebih tinggi dari bukit batu bernama patung Garuda Wisnu Kencana.

Sepanjang jalan di sisi bukit batu, berjajar patung-patung yang tingginya dua orang dewasa berhiaskan untaian janur kuning melengkung di sisi kanan-kiri patungnya. “Dari setiap tanah negeri di lima negeri besar, baru kali ini ada sebuah keraton ketua suku yang luar biasa,” ucap Sandanu terbengong melihat pemandangan alam dan karya seni patung yang indah.

Mutia pun sampai terharu, karena diberi kesempatan sampai menjejakkan kaki di keraton Bedulu. “Aku sangat terpesona.” Dia terlihat merebahkan tubuhnya di bahu Galigo memasang wajah hendak pingsan.

Bukan hanya keindahan alam yang tertata serasi dengan seni patung, suasana damai pun terdengar dari kicauan burung berjambul warna putih, burung jalak dan iringan sebuah musik dari potongan bambu yang dipukul bernama musik rindik. Bisa dilihat setiap perempatan jalan terdapat aling-aling semacam gapura, di ujung jalan dari aling-aling terdapat sekumpulan pemusik yang berada di sebuah bangunan bernama bale sakepat memainkan musik rindik yang diiringi tarian gadis-gadis.

Sesekali pun terlihat, barisan pelayan wanita yang mengenakan baju kebaya berwarna putih memanggul sebuah tumpeng buah tanpa dipegang di atas kepala, berjalan seirama seakan mengikuti alunan musik rindik. Hingga akhirnya, kereta kencana yang ditarik seekor trenggiling besar, berbelok ke arah kanan dan terlihatlah bangunan utama keraton Bedulu.

Sebelum memasuki bangunan utama keraton Bedulu, dua penjaga menyambut kedatangan mereka. Penjaga tersebut mengenakan baju safari, sebuah kemeja putih lengan panjang dan bawahan kain kamen, juga mengenakan udeng sebagai ikat kepala. “Selamat datang di keraton Bedulu.” Mereka tahu, bahwa siapa pun yang memasuki lingkungan keraton adalah orang besar.

Kedua penjaga tersebut mengawal kedatangan rombongan Sandanu memasuki bangunan utama keraton yang sebelumnya melewati sebuah angkul-angkul semacam gapura yang memiliki atap sebagai pintu masuk. Di depan pelataran keraton terdapat sebuah kolam air yang dihiasi bunga-bunga teratai hingga mereka mengambil jalan sisi kiri kolam dari arah mereka yang juga diteduhkan oleh pohon-pohon kamboja berbunga putih.

Bangunan utama keraton berdiri megah berlantai tiga disebut bale agung, terbuat dari tembok batu bata dengan pilar kokoh yang penuh motif ukiran, sedangkan atapnya menggunakan genteng. Dinding pun berwarna putih dari perak secara dominan, sedangkan bagian motif ukiran berlapis emas. Kilauan dari perpaduan logam itu, menambahkan keindahan keraton Bedulu dibandingkan rumah penduduk.

Di dalam keraton, mereka langsung disambut baik oleh seorang wanita yang mengenakan pakaian payas madya berwarna putih. Rambutnya disanggul berhias mahkota, dan sebuah selendang tersampir di bahunya. “Kedatangan kalian telah ditunggu oleh ketua suku,” ucapnya.

“Bagaimana beliau tahu kedatangan kami?” tanya putri Rheina yang saat itu telah menutup matanya sebab orang yang memiliki mata putih sangat istimewa di tanah Bali sedang mereka mengetahui bahwa pemilik mata putih hanyalah ketua suku mereka, itulah sedikit informasi yang juga diberikan Eran dalam perjalanan di kapal pinisi.

“Seorang pendeta dari perkumpulan Nawaoza memberitahukan kedatangan kalian,” jawabannya. “Mereka pun telah melakukan pertemuan dan berkunjung menemui ketua suku.”

Dan Sandanu pun melihat singgasana ketua suku di dalam keraton kosong. “Lalu, di mana beliau sekarang?”

“Ketua suku tidak pernah duduk di singgasana dan saya sebagai wakilnya selalu mengantikan semua tugasnya dan menjalankan perintahnya,” ucap wanita itu. “Kalian dipersilakan untuk menemuinya di ruang pribadi beliau di dalam patung Garuda Wisnu Kencana.”

“Patung raksasa itu,” ucap Mutia dan Boe bersamaan.

“Benar, kalian pasti telah melihatnya di gapura depan,” balasnya. “Mari saya antar.”

Kemudian, wakil ketua suku tersebut mengantarkan rombongan Sandanu menuju area suci di dalam keraton Bedulu yang bahkan tidak ada orang asing yang diizinkan masuk kecuali pendeta dari perkumpulan Nawaoza dan kini Sandanu dan teman-temannya. Siapakah sebenarnya ketua suku tanah Bali, apakah dia anggota Arakar atau pimpinan Arakar?

***

Area suci yang menjadi tempat berdirinya patung terbesar yaitu Garuda Wisnu Kencana berada di belakang bale agung, merupakan sebuah tanah lapang besar yang dikelilingi bukit batu dengan pahatan yang halus. Sekeliling lapangan tersebut ditumbuhi bunga kamboja dengan tanah tertutup rerumputan.

Posisi patung Garuda Wisnu Kencana berada lurus menghadap gunung agung namun menyerong dari bale agung. “Astaga, patung sebesar ini siapa yang membuatnya?” Mutia makin kagum melihat dari dekat.

Lihat selengkapnya