GALUH

Prayogo Anggoro
Chapter #164

S4. Pancadev

Pancadev adalah gelar yang disematkan kepada penguasa daratan dari lima negeri besar yang diciptakan oleh organisasi perdamaian dunia atau OPD. Dan kini, sebutan Pancadev merujuk kepada penggabungan para penguasa lima negeri besar. Awalnya, para pemegang tahta negeri besar tersebut tidak menerima sebutan Pancadev dan menolak untuk melakukan pertemuan, namun semakin besar pengaruh OPD dalam urusan dunia, maka nama Pancadev mulai digunakan seperti gelar Tetrabarun.

Dan untuk pertama kalinya dalam sejarah, Pancadev akan melakukan pertemuan yang digagas OPD dan diselenggarakan di Nusakambangan yang merupakan markas besar OPD. Padahal OPD sendiri berhasil membangun negeri persemakmuran di kepulauan Moluscus bernama negeri Cakra yang juga menjadi tempat kerja para dewan di rumah Hibualamo.

Sebelumnya, gagasan untuk pertemuan Pancadev sendiri telah disetujui oleh para dewan yang akan menyampaikan langsung kepada pemimpinnya. Lalu setiap pemimpin negeri melakukan konfirmasi untuk menyetujui pertemuan tersebut dan kini pertemuan akan di selenggarakan, pada tanggal 10 bulan Badra tahun 665 Z.

Pulau Nusakambangan yang menjadi tempat diselenggarakannya pertemuan Pancadev, siap untuk menyambut kedatangan para pemegang tahta penguasa daratan di lima negeri besar. Mendekati hari pertemuan, lima kapal layar dari lima negeri besar mulai merapat menuju pulau Nusakambangan. Akan tetapi, setiap kapal pengiring Pancadev tidak diizinkan berlabuh di Nusakambangan dan hanya para Pancadev yang akan datang dengan satu pengawal yang telah ditunjuknya.

Pulau Nusakambangan yang merupakan pulau terapung dan tidak terdapat dalam peta dunia, kini letaknya ada di garis pertemuan empat samudra, yaitu samudra Natuna, samudra Derawan, samudra Arafura dan samudra Bawean. Pulau ini sendiri berbentuk segi lima dengan lima pintu utama yang menuju istana Merdeka, pusat pemerintahan Organisasi Perdamaian Dunia.

Siang itu dari arah pintu utara, Dharadev termuda dari daratan Borneo dan termuda di dunia berumur 18 tahun datang bersama pengawalnya, seorang mantan panglima. Dia adalah Dharadev kelima negeri Dhara, Guan Bakena dan mantan jendral besar Tjilik Riwut. Penduduk pulau Nusakambangan pun menyambutnya dengan meriah sepanjang jalan besar menuju istana Merdeka.

“Wah, begitu tampannya yang mulia Dharadev,” bisik gadis-gadis yang bisa melihat. “Dharadev sendiri belum menikah, sungguh beliau sangat mempesona.” Teriakan gadis-gadis muda menggema, bisa dipastikan bahwa sebagian besar gadis di Nusakambangan berkumpul di jalan utama itu.

“Kira-kira kapan yang mulia akan menikah?” bisik Tjilik Riwut.

Dharadev Guan tertunduk memikirkan hal itu. “Menikah?”

Kemudian, di pintu masuk bagian barat datang pemimpin negeri Tirta yang kecantikannya terkenal di dunia. Menurut rumor, di usianya yang sudah dewasa pun masih perawan alias belum menikah. Entah siapa pria yang mampu menaklukkan hatinya. Dia adalah Tirtadev generasi keempat di daratan Andalas, Sri Kandis. Beliau didampingi oleh wanita yang juga cantik namun dikenal kejam bahkan pemberitaannya, dia berhasil mengalahkan satu armada perompak seorang diri, dia adalah Laksamana Malahayati yang juga dikenal sebagai ratu lautan.

Sepanjang jalan besar penyambutan Tirtadev Kandis dan pengawalnya, Laksamana Malahayati dipenuhi pemuda yang akan terpesona dan jatuh hati melihat kecantikan dan senyuman Tirtadev Kandis, meskipun tatapan tajam Laksamana Malahayati bisa menunjuk hatinya hingga tidak ada pria yang berani mengucapkan rayuan.

“Yang mulia harus jaga sikap di depan laki-laki, karena mereka bisa berpikir kotor,” ucap Laksamana Malahayati.

Tirtadev Kandis makin melebarkan senyuman. “Jangan terlalu keras kepada laki-laki nanti kamu tidak pernah jatuh cinta.”

“Meskipun yang mulia jatuh cinta sekalipun tidak juga menikah dengan tuan Malaka,” balas Laksamana Malahayati yang malah membuat Tirtadev Kandis tertawa bodoh.

Lihat selengkapnya