Ketika serangan pertama Arakar di tempat pertemuan Pancadev, Bulawambona yang mengetahui hal tersebut segera menghubungi Pitung dan Isogi agar mereka menuju tanah Jawa. Dikhawatirkan bahwa mahkota elemen suara yang dibawa Sabdadev Lingga akan direbut oleh Arakar sebagai mahkota terakhir. Karena itu, berdasarkan perintah Tian Malaka, Bolawambona menugaskan mereka untuk memastikan sesuatu di tanah Jawa.
Setelah mendapatkan tugas tersebut dalam perjalanan menuju pulau Nusakambangan, Pitung segera merubah arah pelayaran melewati selat Bali dan menyusuri pantai selatan pulau Jawa. Tiga hari kemudian, rombongan mereka tiba di tanah Jawa dan waktu itu Arakar telah berhasil merebut mahkota elemen suara dan menghancurkan markas OPD.
Setelah melabuhkan kapal di dermaga, mereka menuju kota Mataram melalui pintu gerbang barat. Kota Mataram merupakan pusat pemerintahan negeri Sabda yang berada di sebuah lembah hijau yang dikelilingi oleh bukit batu melingkar. Untuk memasuki kota, harus melalui sebuah terowongan yang digali menembus bukit batu.
“Seperti apakah pusat negeri Sabda yang tersohor paling kuat dari lima negeri besar?” Sandanu bertanya-tanya saat melalui terowongan cukup panjang menggunakan kereta yang ditarik oleh kambing jantan bertanduk. Sepanjang terowongan disinari cahaya damar yang menyala.
Tiga kereta disediakan untuk menyambut kedatangan orang-orang dari OPD, sementara para pengawal diharuskan kembali ke dermaga karena tidak diizinkan masuk membawa prajurit. Kereta terdepan diisi oleh Isogi dan Pitung, lalu ada Sandanu dan Boe dan terakhir kereta diisi oleh Galigo dan Mutia.
Sebagai negeri yang tersohor, seorang pemimpin di negeri Sabda tidak diwariskan melalui garis keturunan melainkan seorang Sabdadev terpilih oleh rakyat secara langsung, berdasarkan asas demokrasi. Terlebih dahulu, calon Sabdadev akan ditunjuk dalam musyawarah para ketua suku dan selanjutnya calon Sabdadev akan dipilih oleh rakyatnya.
Ketika terlihat di ujung lorong sinar matahari yang terang, kota Mataram yang mengagumkan menyambut kedatangan Sandanu dan teman-temannya. Mata mereka terbelalak melihat tatanan kota dengan kehidupan penduduknya yang ramai. “Akhirnya sampai di negeri Sabda!”
Jalan besar utama membentang dari gerbang barat sampai gerbang timur dengan pusat kota berada di tengah tatanan kota yang berbentuk melingkar, tempat berdirinya istana Mataram. Jalan-jalan besar membentang lurus sebagai jari-jari lingkaran dan gang melengkung menembus antara jalan besar seperti lingkaran-lingkaran yang makin ke pusat kota makin pendek jaraknya. Sedangkan di luar pemukiman penduduk, terdapat ladang dan terlihat air terjun raksasa di sebelah utara sebagai sumber air bagi kehidupan kota dengan latar gunung merapi yang menjulang sesekali mengepulkan asap dari aktivitas vulkanik.
Rumah-rumah penduduk berdiri teratur dengan jarak yang sama memiliki pelataran luas yang ditanami berbagai tanaman palawija. Sebuah parit mengalir di sepanjang sisi kanan kiri jalan besar sebelum berdirinya rumah penduduk yang disebut rumah bangsal kencono terhubung ke jalan besar oleh sasak bambu dan jajaran pohon jamuju sebagai peneduh.
“Mutia kamu melihatnya?” Sandanu menoleh ke belakang di mana Mutia bersama Galigo di atas keretanya. “Apa yang dikatakan guru mengenai tanah Jawa benar-benar nyata.”
Terlihat Mutia berdiri merentangkan tangannya. “Kota yang indah, kota yang asri, kota yang aman dikelilingi benteng alam.”
Penduduk kota memiliki kegiatan bertani tidak seperti kota lain yang ramai oleh perdagangan. Di kota Mataram, semua bekerja bercocok tanam karena kesuburan tanahnya yang menghasilkan hasil panen yang berkualitas. Bukan hanya ada ladang di luar pemukiman, setiap pelataran pun menanam sayur mayur dan buah-buahan beraneka ragam di depan rumah bangsal kencono.
Mengenai rumah bangsal kencono sendiri merupakan rumah yang memiliki bubungan tinggi penyangga empat tiang yang dinamakan soko guru yang terbuat dari sirap. Sementara bagian dinding dan tiangnya disusun menggunakan kayu. Sedangkan lantainya terbuat dari marmer karena rumah ini bukan rumah panggung, tapi lantai dibuat lebih tinggi dari tanah.
Bentuk rumah bangsal kencono membentuk sebuah persegi dengan teras yang cukup luas mengelilingi bangunan utama dan ada teras menjorok di bagian depan, tepat di tengah-tengah sebagai gerbang masuk yang disebut gladag pangurakan.
Menikmati perjalanan di pusat negeri Sabda menuju istana Mataram, selalu disuguhkan oleh kemegahan tatanan kota yang bersanding dengan keasrian alam pedesaan, tidak terlalu ramai namun tetap banyak orang dengan aktivitasnya. Dalam keseharian, penduduk tanah Jawa mengenakan pakaian surjan sebagai atasan dan jarit sebagai bawahan.