GALUH

Prayogo Anggoro
Chapter #175

S4. Berkumpul

Setelah apa yang dijabarkan Gatholoco dipahami baik-baik oleh Sandanu, pemuda itu pun undur diri dan candi Prambanan hilang tanpa meninggalkan jejak yang ada hanyalah hutan belantara. Hal itu sama seperti yang terjadi di pulau seram mengenai kuil suci. Kemudian, dengan bantuan Malin Kundang, Sandanu dan Centini segera bergegas menuju istana Mataram.

Malin terbang melewati bukit batu yang menjadi benteng alam kota Mataram, sebagai pusat pemerintahan negeri Sabda. Dari atas, cahaya matahari yang baru terbit pagi itu memperlihatkan keindahan kota yang begitu mengagumkan. Sekalipun telah bertahun-tahun tinggal di tanah Jawa, baru kali ini Centini menyaksikan pemandangan indah dari atas kota Mataram. Dengan senang hati, Malin pun mengajaknya terbang keliling hingga kedatangan mereka menggegerkan orang-orang yang menyaksikan.

Sebelum hari itu, rombongan Pancadev dari Nusakambangan telah tiba lebih cepat karena bantuan bahtera Sangkuriang milik putri Rengganis. Kehebohan kembalinya Sandanu, disaksikan pula oleh Pancadev bersama para pengawalnya dan anggota OPD dari atap salah satu kelopak bunga bagian istana Mataram.

Ketika itu, posisi keenam kelopak berjajar rata membentuk bunga yang mekar indah di atas danau. Selanjutnya, Malin Kundang yang ditunjukkan oleh Centini mendarat tepat di hadapan para Pancadev.

“Sang satria telah tiba,” ucap Sabdadev Lingga tertawa bangga.

Mengikuti apa yang dilakukan oleh Centini, Sandanu dan Malin pun memberikan hormat kepada Pancadev yang menyambut kedatangan mereka setelah mendapatkan petuah dari Gatholoco. Dan semuanya telah mengetahui apa yang telah terjadi dengan saling berbagi informasi mengenai Sandanu. Dialah Satria Galuh yang telah diramalkan.

“Hormat kami, yang mulai Pancadev.”

Berdiri berjajar dari kiri dan kanan. Dharadev Guan mengenakan pakaian ulun pagun, Tirtadev Kandis mengenakan busana rejag lebong, Sabdadev Lingga mengenakan baju basahan, Dirgadev Manurung mengenakan pakaian bella dada dan Karradev Janggi mengenakan baju kurung. Mereka semua menerima hormat dari mereka bertiga. Tidak lama kemudian, Malin pun kembali ke dimensi astral, sementara Sandanu akan segera menjelaskan siapa sebenarnya yang akan dihadapi bersama-sama.

Perjamuan pagi digelar dan ini pertama kalinya orang-orang hebat di seluruh negeri berkumpul menjadi satu, Pancadev beserta pengawalnya, lima anggota elit OPD dan wakil presiden Pragalba sedangkan presiden Omar telah gugur dalam pertempuran di Nusakambangan. Di perjamuan pagi juga ada Centini, Sandanu dan teman-temannya.

Setelah perjamuan pagi selesai, tanpa meninggalkan ruangan tersebut. Kesemuanya berkumpul untuk membahas mengenai Arakar dan tujuan sebenarnya dari misi mereka merebut mahkota elemen dunia. Sandanu mengabarkan bahwa dalang di balik Arakar ada sosok agung sang Suwung.

“Sudah saya duga, sang Suwung adalah penyebab kekacauan ini,” ucap Sabdadev Lingga yang pernah berhadapan dengan Ophiucus.

Sandanu pun menyampaikan siapa sejatinya sang Suwung seperti yang diungkapkan oleh Gatholoco di candi Prambanan. Selain itu juga, Sandanu mengatakan bahwa negeri Galuh yang dulu dibangun oleh raja manusia pertama, Aji Saka bukanlah apa yang terdapat dalam kitab pusaka.

“Sekarang semua mahkota elemen dunia dan kitab pusaka yang tersisa ada digenggaman Arakar,” ucap Tirtadev Kandis. “Apa yang bisa kita lakukan?”

Sandanu melepaskan kalung tasbihnya. “Kita memiliki empat zat ilahi yang bisa menandingi kekuatan mahkota elemen dunia.”

Kalung tasbih tersebut pun digabungkan dengan tiga kalung simbol dari swastika, roda dharma dan salib. Penyatuan keempat zat ilahi pun disaksikan kesemuanya. Sekalipun kekuatan zat ilahi tidak sempurna, kekuatan tersebut membentuk sebuah pedang pusaka.

“Apa yang saya saksikan benar-benar sebuah takdir,” ucap Dirgadev Manurung. “Sayangnya satu zat ilahi tidak kita miliki.”

“Meskipun begitu senjata pusaka dari kekuatan Tuhan kita miliki untuk menghadapi sang Suwung,” sahut Karradev Janggi.

Dharadev Guan yang penasaran bahwa sang Suwung adalah kekuatan tak berwujud, bukankah dalam pertemuan Pancadev dia menjadi bagian dari Arakar dengan tubuh manusia. “Jika sang Suwung mengharuskan wadah, lalu tubuh siapa yang bernama Ophiucus dalam Arakar?”

“Maaf,” ucap putri Rengganis yang mengenakan busana menak. “Saat kami menghadapi Ophiucus berdua, seorang anggota Arakar menyebutkan bahwa wadah kekuatan sang Suwung seorang panglima negeri Cakra.”

Mendengar hal itu Isogi terkejut. “Martulessy?”

Lihat selengkapnya