GALUH

Prayogo Anggoro
Chapter #181

S4. Jalannya Peperangan

Di ruang pusat komando, nyonya Bolawambona melakukan ritual sastra rahasia yang dibantu dengan timnya untuk menguatkan aliran sastra. Ritual tersebut menjadi bagian penting untuk memandu mengimbangi serangan Arakar. Dari hal inilah, segala informasi di medan pertempuran dikumpulkan demi menyusun strategi sesuai keadaan di titik medan.

Setelah kedatangan Sandanu yang bersedia melawan pemimpin Arakar menggunakan senjata pusaka zat ilahi, nyonya Bolawambona mendapatkan informasi bahwa para panglima perang kewalahan menghadapi anggota Arakar. Karena itu, para Tetrabarun mengajukan diri untuk masuk dalam medan perang.

Selain mereka, wakil presiden Pragalba pun mengajukan diri untuk menghadapi anggota Arakar yang membunuh presiden Omar. Dengan begitu yang tersisa di pusat komando hanya para Pancadev dan Cakradev Nuku beserta anggota OPD yang memegang divisi khusus.

Ketika aliansi sedang menyusun strategi, tiba-tiba Ophiucus muncul di tengah meja bulat yang menjadi tempat diskusi Pancadev dan Cakradev Nuku. “Bagaimana permainan kami? Apa kalian kewalahan?” ucap Ophiucus.

Seketika para pengawal Pancadev berdiri di atas meja untuk melindungi tuannya. Mereka siap untuk berhadapan dengan Ophiucus. Di samping itu, Cakradev Nuku segera mengambil tindakan supaya anggota Arakar itu tidak mengacaukan pusat komando.

“Batu panca warna bersinar, laser!” sebuah cahaya laser melingkar di tepian meja bagian tengah hingga lantai yang dipijak Ophiucus terpotong. Lalu lantai tersebut jatuh ke bagian lantai di bawahnya yang dilanjutkan secara sejajar hingga sepuluh lantai di bawah ruang komando utama.

Selanjutnya, para pengawal Pancadev turun untuk menghadapi Ophiucus menggunakan kekuatan khodamnya secara langsung. Saat mencapai lantai berdirinya Ophiucus yang berpijak di atas sepuluh lapis potong lantai melingkar sejajar, mereka telah mengenakan zirah batu akiknya masing-masing, berdiri mengelilingi Ophiucus.

“Jadi kalian tidak main-main?” Ophiucus menatap sekelilingnya. Ruangan di sana merupakan sebuah kolam hingga dipastikan karena tumpukan potongan lantai Ophiucus tidak tenggelam di tengah kolam sedangkan lawannya berdiri di sisi kolam dan banyak pilar-pilar kokoh logam platitanium di rungan tersebut yang terukir semacam tumbuhan merambat berbunga-bunga.

Lima pengawal khusus Pancadev saat pertemuan di Nusakambangan di antaranya: laksana Malahayati dengan zirah batu lugos menyerupai angsa menggunakan kekuatan khodam roh bintang Cygnus. Mantan panglima Tjilik Riwut menggunakan kekuatan khodam dari roh bintang Vulpecula menyerupai rubah dengan batu akiknya, batu barjad. Ada pendeta Calabai menggunakan zirah batu menyerupai helaian rambut dari batu Manguni hitam dengan khodam roh bintang Coma Borenices.

Lalu, zirah batu bagaikan perisai pelindung dari kekuatan khodam roh bintang Scutum yaitu putri Rengganis dengan batu akiknya, mutiara pucuk gunung. Dan kekuatan khodam roh bintang Indus sebagai anak indian, dialah Sikerei dengan batu akiknya, mustika serangga.

Tanpa ada yang menanggapi Ophiucus, kelima pengawal Pancadev segera melakukan serangan. Dimulai dari pendeta Calabai yang mengikat tubuh Ophiucus tanpa tali yang terlihat, sehelai rambut namun sangat kuat yang menjulur ke beberapa pilar di ruangan tersebut. Ditambah gundukan tanah liat oleh panglima Tjilik Riwut yang mencengkram kaki Ophiucus sampai ke pinggang.

Selanjutnya, ribuan kupu-kupu kertas mengerumuni Ophiucus yang dikendalikan oleh Laksamana Malahayati. Dari arah yang berlawanan, Sikerei dan putri Rengganis melalui serangan teknik silat. Sikerei dengan kakinya yang berubah menyerupai sengatan mengincar perut Ophiucus, sedangkan putri Rengganis dengan kepalan tangannya yang mengeras seperti batu gunung mengincar wajah Ophiucus.

Hasil dari kerja sama mereka membuat Ophiucus babak belur hingga mengeluarkan darah dan racun menjalar di tubuhnya. “Kalian benar-benar kebangetan!” ucap Ophiucus sambil tersenyum kemudian aura kegelapan menyelimutinya dan dalam sekejap tubuhnya pulih kembali membuat lawannya terperanjat.

“Jadi itu kekuatan sang Suwung dalam menciptakan ketiadaan,” ujar panglima Tjilik Riwut. “Akan tetapi karena tubuh yang dijadikan wadah olehmu, kekuatan sang Suwung hanya mampu meniadakan apa yang melekat di tubuh itu.”

“Memang benar dugaanmu,” balas Ophiucus. “Karena ini adalah awal dari kebangkitanku maka belumlah sempurna kekuatan suwung yang aku miliki.”

Lihat selengkapnya