GALUH

Prayogo Anggoro
Chapter #185

S4. Leo

Nay Pohachi telah sampai di negeri Tirta, dia yang menyembunyikan kehamilannya melarikan diri dari rombongan pedagang karena tidak ingin keluarga pamannya malu dan dicemooh orang-orang bahwa dirinya telah hamil keturunan berdarah Jawa. Dia pun bertahan hidup di negeri orang demi melindungi buah hati yang dikandungnya. 

Naas, sebuah peristiwa buruk pun terjadi di negeri Tirta. Gerakan revolusi negeri Tirta membuat Nay Pohachi harus menghindari keramaian tanah negeri dan bertahan hidup di dalam hutan hingga bertemu penduduk tanah Kubu yang hidup nomaden. Orang-orang Kubu pun menyambutnya dengan baik melihat Nay Pohachi yang sedang mengandung. 

Tidak bertahan lama, tanah Kubu terusik akibat banyak orang yang masuk ke dalam hutan dan mereka merebut tempat tinggal orang-orang Kubu. Terpaksa orang-orang Kubu pergi menjauh dan Nay Pohachi yang terpisah dari mereka bertemu dengan Sayuti Malik, seorang tabib yang akhirnya menolong dia. 

“Saat ini negeri Tirta tidak aman bagi pendatang,” ujar Sayuti Malik. “Tapi tenang saja, saya akan menjaga kamu sampai melahirkan!”

Nay Pohachi yang sudah hamil tua pun hanya pasrah dengan keadaan. Dia yang tahu pria yang menolong adalah tabib pun merasa lega. “Terima kasih tuan.”

Sayuti Malik membawa Nay Pohachi ke tanah Kerinci dan melahirkan di pondok tempat tinggal Sayuti Malik. Anak laki-laki itu pun diberi nama Rakeyan Sandanu mengambil nama depan ayahnya. Setelah itu datang pasukan dari organisasi perdamaian dunia yang melakukan aksi kemanusiaan menolong penduduk terutama warga asing di daratan Andalas dan mengantarnya pulang ke negeri asal.

Saat itu, Sayuti Malik yang harus kembali ke istana Dhamna sebagai tabib suci istana harus menitipkan Nay Pohachi dan anaknya kepada Tian Malaka. Bersama Tian Malaka, Nay Pohachi menuju camp pengungsian sebelum mendapatkan jadwal pemberangkatan kembali ke negeri Sabda. 

Saat itu, tempat pengungsian warga asing di daratan Andalas dipimpin langsung oleh Nuku Amiruddin yang membiayai semua perjalanan pulang mereka. Melihat Nay Pohachi yang memiliki anak bayi, beliau melarang Nay Pohachi ikut berlayar sebab di lautan ada banyak perompak dan cuaca sedang buruk.

“Lalu bagaimana dengan anak saya?” Nay Pohachi tahu bahwa para pendatang menjadi sasaran kemarahan pasukan revolusi untuk menggulingkan kebijakan Tirtadev kedua dan tahta Tirtadev ketiga jatuh kepada keluarga bangsawan, bahkan di setiap tanah negeri terjadi pembantaian terhadap pendatang di daratan Andalas.

“Anak kamu bisa selamat jika kamu rela meninggalkan anak itu di panti asuhan!” balas tuan Nuku. 

Untungnya ketika itu datang Sayuti Malik untuk melihat keadaan Nay Pohachi dan dia bersedia menjaga Sandanu. Nay Pohachi pun hanya bisa pasrah menyerahkan bayinya, Nuku Amiruddin yang merasa bersalah melihat kain yang membalut tubuh bayi itu kusam mengeluarkan kekuatan sastranya agar kain batik itu tetap utuh dan tahan lama supaya kelak anak itu akan mencari kedua orang tuanya.

Kemudian, Nay Pohachi kembali menuju negeri Sabda dengan selamat. Sesampainya di tanah Sunda, dia mencari sahabatnya yang dikabarkan berlatih kekuatan sastra di lembah Mandalawangi. Nay Pohachi pun menyusulnya dan tanpa diduga dia melihat sahabatnya sedang berkeluh kesah menyesali perbuatannya di depan sebuah kuburan. 

“Aku hanyalah manusia bodoh yang buta karena cinta hingga tega membunuhmu untuk mendapatkan cinta perempuan yang aku dambakan, sedangkan dia tak pernah sekalipun menaruh hatinya padaku.”

Mendengar pernyataan itu Nay Pohachi terkejut, dia kecewa berat kepada sahabatnya yang tega membunuh orang yang dicintainya dan berbohong kepadanya. “Tarusbawa?!”

Lihat selengkapnya