Langit malam di atas lembah Mataram, memperlihatkan kilatan-kilatan kekuatan sastra yang bisa dilihat dari sekeliling tanah Jawa bahkan hingga ke tanah Sunda di bagian barat, tanah Samin di bagian utara dan tanah Osing di bagian timurnya. Rakyat yang melihat kilatan itu tahu bahwa peperangan besar para jewel sedang terjadi. Doa-doa pun dipanjatkan di sanggar-sanggar agar ibu Pertiwi melindungi umat manusia.
Bukan hanya di tanah Jawa ataupun di negeri Sabda, penduduk-penduduk di hampir setiap tanah negeri pun memanjatkan doa demi kemenangan lima negeri besar yang mereka tahu berperang melawan Arakar. Lantunan doa pun mengiasi langit Nusantara.
Di medan pertempuran, Pancadev dan Tentrabarun dengan zirah batu akikknya dari kekuatan khodam berusaha memimpin pasukan lima negeri besar menghadapi pasukan iblis yang ganas dan mengerikan. Mereka juga menyadari bahwa pasukan iblis jauh lebih unggul yang bahkan mampu menumbangkan satu persatu raksasa yang dipimpin Bondowoso dan juga para peri mulai kehabisan serbuk ajaibnya.
“Jika seperti ini terus, perlahan pasukan peri akan menarik diri dari medan perang,” ucap Karradev Janggi.
Sabdadev Lingga tahu bahwa ini adalah pertempuran bagi manusia, sudah cukup baik dunia Liliput ikut andil untuk membantunya. “Lebih baik, kamu perintahkan para peri kembali ke dunia liliput,” balas Sabdadev Lingga.
Dengan berat hati, karena melihat keadaan ini Karradev Janggi mengirim telepati kepada Haulondoafi untuk mundur dari peperangan. Sementara itu, raksasa yang tentunya tidak bisa kembali ke negerinya akan berjuang sampai akhir.
Di samping itu, Cakradev Nuku yang menyadari keadaan makin buruk mencoba mengambil keputusan demi melindungi tatanan dunia. Jika Pancadev gugur maka tatanan yang ada saat ini akan makin kacau.
“Pitung, mendekatlah pada Pancadev,” Cakradev Nuku melihat Pancadev berkumpul membuat pertahanan bersama. Ketika Pitung mematuhi perintahnya berada di dekat mereka, Cakradev Nuku melakukan sesuatu. “Laser pelindung!”
“Apa-apa ini?” ucap Dirgadev Manurung.
Tirtadev Kandis menyahuti. “Ini kekuatan sastra milik Cakradev Nuku!”
“Apa yang akan beliau lakukan?” ujar Dharadev Guan.
“Sekarang Bolawambona!” Kali ini Cakradev Nuku memerintahkan nyonya Bolawambona. “Kirim mereka ke tempat yang aman!”
“Baik Cakradev!” dengan kemampuannya, Bolawambona melakukan perpindahan kepada Pancadev dan pengawalnya sementara Pitung ditugaskan untuk mengawasi mereka agar tidak kembali ke medan perang.
Cakradev Nuku mengambil keputusan tersebut demi kebaikan tatanan dunia saat ini, sebab dirinya belum mampu mengubah tatanan yang jauh lebih baik. Sementara itu, Pancadev jauh lebih diperlukan jika peperangan ini mendapati kekalahan.
Cakradev Nuku melirik Pragalba yang berdiri di sampingnya. “Kita harus menyelesaikannya.” Selain nyonya Bolawambona, di sana ada juga tuan Tian Malaka dan tuan Hasan Basri.
Setajam apapun serangan laser dari Cakradev Nuku untuk menceraiberaikan tubuh pasukan iblis, mereka dengan cepat memulihkan kembali bagian tubuhnya. Begitu pula, saat Pragalba mengubahnya menjadi patung besi, pasukan iblis selalu berhasil lepas dengan melelehkan lapisan besi yang melapisi tubuhnya.
Cakradev Nuku yang melihat pasukan lima negeri besar berkurang dengan cepat, bahkan di antara mereka mulai melarikan diri membuat Cakradev Nuku mulai putus asa dan mengkhawatirkan pasukan iblis akan menyebar ke pemukiman penduduk terdekat. Meskipun hanya kurang dari dua ratus pasukan iblis yang selamat dari lemparan raksasa, mereka yang tersisa memiliki kemampuan melebihi kekuatan yang sebelumnya.