Karena kota Mataram kini tidak bisa ditempati lagi, begitu pula beberapa kota di tanah Jawa yang sibuk menampung para pengungsi, maka Pancadev dan Tetrabarun beserta rombongannya menuju tanah Sunda menggunakan armada bahtera Sangkuriang dari kemampuan putri Rengganis. Perjalanan menyusuri pantai selatan dan masuk ke perairan sungai Citarum yang membelah tanah Sunda.
Di tengah sungai Citarum yang menyusuri pegunungan hijau berdiri megah keraton Pajajaran yang berkilau emas dan perak, antara perbukitan yang juga menjadi perkebunan teh. Bukan hanya perkebunan teh yang menghiasi lereng gunung, sawah penduduk pun berundak-undak menambah keindahan tanah Sunda yang bagian lebih rendah.
Keraton Pajajaran yang megah berdiri terbagi dalam tiga bagian di mana bangunan utama berada di atas bukit. Keraton tersebut dibangun dengan gaya arsitektur yang disebut rumah julang ngapak yang berarti kepakan burung karena bagian atapnya membentuk sayap burung yang terbang mengepakkan sayapnya.
Ketua suku tanah Sunda yang tidak lain adalah ayah dari putri Rengganis, menyambut tamunya yang istimewa. Beliau menyiapkan jamuan dari segala yang ditumbuhkan oleh tanah Sunda bagi kehidupan masyarakat Sunda. Sebuah pertunjukan musik angklung yang merdu dan tari jaipong pun memeriahkan perjamuan itu.
Pihak keraton pun menyediakan pakaian menak bagi setiap tamu, yang merupakan pakaian khusus dalam acara resmi keraton. Terbuat dari kain velvet yang bersulam benang emas, dan bawahan menggunakan kain jarik motif rereng atau pun batik nuansa flora.
Di tengah perkumpulan pesta tersebut, Pancadev membuat rencana untuk menyatukan lima negeri besar dalam tatanan dunia yang baru. “Karena kita sepakat untuk menciptakan perdamaian dalam satu tatanan bagi umat manusia, saya akan memberi nama negeri yang terdiri dari pulau-pulau dengan nama Nusantara,” tutur Sabdadev Lingga dan disetujui Pancadev.
Akan tetapi Tetrabarun tidak akan bergabung dalam tatanan negeri Nusantara. “Kami Tetrabarun akan tetap menguasai lautan dan bebas dari pemerintahan Pancadev,” kata Baruna Kala Samudra, yang sebelumnya sudah dimusyawarahkan dengan Tetrabarun lain dan mereka tetap dengan wilayah kekuasaan masing-masing.
“Itu urusan kalian,” sahut Dirgadev Manurung. “Jika kalian melakukan kejahatan kriminal, maka kami tidak akan tinggal diam.”
“Tapi apa itu artinya kalian akan memerintah Nusantara bersama?” tanya Baruna Renggi. “Atau kalian akan mengangkat satu sebagai raja agung?”
“Ada benarnya juga pertanyaanmu,” balas Karradev Janggi. “Jadi siapa yang akan menjadi raja agung, negeri Nusantara ini?”
“Mengingat luasnya kepulauan dari cakupan lima negeri besar, apa perlu Pancadev dibubarkan?” timpal Dharadev Guan.
“Pancadev adalah julukan yang diciptakan OPD,” Tirtadev Kandis melirik Pitung yang berada di sana, juga Isogi yang berkumpul dengan Sandanu dan yang lainnya. “Tapi, saya rasa untuk membagi tugas memerintah setiap daratan, gelar Pancadev cukup diperlukan sebagai gelar di bawah raja agung dan bertanggung jawab membantu raja agung dalam menjaga lima daratan yang terpisah lautan.”
“Kalau Pancadev perlu untuk membantu pemerintahan raja agung, maka kita harus memilih raja agung sebagai pemimpin tertinggi Nusantara,” kata Sabdadev Lingga, kini beliau mendekati tujuannya setelah menerima informasi dari Sekawansoca.
Dengan santainya, Baruna La Bolionto terlihat sesuka hatinya menikmati hidangan yang ada di depannya tanpa peduli dengan yang mereka bicarakan. “Itu urusan Pancadev dan lebih baik jangan kalian bicarakan hal itu di sini, karena kami Tetrabarun tidak akan peduli, hahaha…”
“Hihihi.. Benar kata pria berotot ini,” tambah Baruna Intcjeh yang duduk di samping kapten dari daratan Celebes sambil bersandar di lengannya, perompak wanita itu terlihat mabuk karena menenggak banyak air ciu. “Saat ini adalah waktunya bagi kita bersenang-senang merayakan kemenangan atas Mapralaya.”