Di antara lebatnya hutan Halimun dengan rerimbunan pohon beraneka ragam dan tempat binatang primata seperti lutung dan surili yang bergelantungan di pohon, ada sebuah batang pohon besar yang berrongga. Rongga itu mampu menampung sejumlah orang di dalamnya, dengan menyisakan lapisan kulit kayu yang cukup tebal bagaikan dinding melingkar. Batang pohon itu telah lama menyembunyikan suatu tempat rahasia di wilayah Badui Dalam.
Batang pohon itu masih berdiri kokoh oleh akarnya, sekalipun pohon besar itu telah terpangkas. Terlihat tumbuh beberapa batang muda dengan daunnya yang bersisik-sisik, dan menandakan masih ada kehidupan di tumbuhan itu. Pohon berjenis cedar tersebut tumbuh di dekat aliran sungai Cisadane.
Ada sebuah jembatan yang dibangun menggunakan akar-akar pohon berusia ratusan tahun, saling melilit menyebrangi sungai untuk mencapai pohon cedar. Di tengah batang pohon cedar itu, Arca Domas berada.
Setelah melewati jembatan akar pohon, Sandanu diajak oleh Nyai Anteh memasuki Arca Domas melalui celah yang tersembunyi oleh lekukan kulit batang pohon cedar.
Di dalam Arca Domas, Sandanu melihat sekeliling yang terlindung oleh lapisan kulit kayu yang keras. Di permukaannya yang kasar, tumbuh berbagai lumut dan tumbuhan paku yang menandakan usia pohon cedar itu telah ribuan tahun.
"Itulah Arca Domas yang saya maksud," Nyai Anteh menunjukkan sebuah batu di tengah lingkaran batang pohon cedar.
Mengikuti langkah Nyai Anteh mendekati Arca Domas, Sandanu tidak berani melakukan tindakan konyol yang dulu sering dia lakukan. Bahkan dia tetap diam menunggu Nyai Anteh menjelaskannya.
"Diyakini oleh leluhur kami, Arca Domas ini tempat pijakan terakhir kali ibu Pertiwi di bumi setelah peristiwa banjir besar saat kekuatan Suwung turun," ucap Nyai Anteh sesat berdiri di depan Arca Domas bersama Sandanu.
Ketika ibu Pertiwi mencoba menghukum manusia akibat kesombongannya di zaman Saka, tiba-tiba kekuatan Suwung turun ke bumi untuk melenyapkan umat manusia kedua kalinya. Selanjutnya dengan dibantu mahluk khayangan, ibu Pertiwi menyelamatkan manusia dari kekuatan Suwung. Namun setelah itu, ibu Pertiwi tidak pernah lagi turun ke bumi begitu juga para dewa dan meninggalkan pijakan terakhirnya yang kini ada di hadapan Sandanu.
Sandanu memperhatikan sebuah batu besar layaknya kolam pemandian yang bisa menampung sekitar dua puluh lima remaja berendam."Jadi ini Arca Domas itu?" Di tengah lekukan yang dalam dari Arca Domas, ada genangan air yang begitu jernih.
Nyai Anteh yang membawa sebuah kitab bernama sanghyang siksa kandang karesian, membuka kitab itu yang berisi ajaran Wiwitan yang berarti mula-mula. Diyakini, dari sembilan dewa agung masih ada satu dewa yang sejajar kedudukannya sebagai pendamping ibu Pertiwi. Dewa yang membawa ajaran Wiwitan dan dipegang teguh oleh orang Sunda kuno dan kini masih dianut orang Badui yaitu Batara Seda Niskala.
"Ketika para dewa memutuskan untuk tidak turun kembali ke bumi, Batara Seda Niskala masih ada di antara pembatas dunia manusia dan dunia khayangan," ungkap Nyai Anteh.
"Apakah, dewa itu kini menjadi Annunaki?" tanya Sandanu.