GALUH

Prayogo Anggoro
Chapter #210

S5. Laut Lepas

Garis pemisah antara laut dari daratan dan Laut Lepas ditandai dengan warna yang mencolok dan air laut yang tidak bercampur. Laut Lepas memiliki warna yang jauh lebih biru dan air yang lebih dingin. Garis pembatas itu tidak jauh dari pesisir pantai yang menghadap laut lepas dengan tekanan di bawah laut yang kuat dan palung yang dalam. Laut Lepas juga dihuni oleh berbagai macam ikan yang berbentuk aneh dan monster laut yang sewaktu-waktu mampu membawa ancaman bagi kapal yang melintas.

Sekalipun Laut Lepas penuh bahaya, justru di wilayah itu tersimpan banyak kekayaan alam seperti halnya minyak thotor dan biji barol yang digunakan sebagai bahan bakar penerang yang diambil dari pulau-pulau terluar dan juga gunung-gunung di bawah permukaan lautnya.

Di pagi hari yang cerah selepas satu pekan meninggalkan tanah Badui, penumpang kapal Mena mendapati hal yang mengejutkan saat Galigo mencoba melihat dengan teropong suatu objek mengapung. Mereka pun memutuskan untuk mendekati ojek tersebut.

"Itu manusia," teriak Mutia. "Cepat bantu dia!"

"ANACONDA!" Boe segera bereaksi menggunakan kekuatan sastra memanggil roh batu akik untuk membawa orang yang terapung itu ke kapal Mena.

"Bagaimana ada orang yang hanyut di perairan Laut Lepas?" ucap Isogi sesaat orang itu sampai di kapal Mena dan terlihat dia seorang remaja laki-laki seperti sebaya dengan Boe.

Pitung pun segera memeriksakan keadaannya dan dia tahu bahwa anak itu masih hidup, dari pakaian yang dia kenakan Pitung mengenali apa yang dilakukan oleh anak tersebut. "Dia pekerja tambang."

Anak laki-laki itu mengenakan baju kemeja lengan panjang dengan dua saku depan dada dan celana dengan bahan pakaian yang tebal. Dia juga mengenakan sepatu bot dengan tali yang kuat.

Segera Galigo mengangkat anak itu ke dalam rumah jubleg nangkub bersama Mutia yang akan merawatnya.

"Kenapa pekerja tambang bisa hanyut di Laut Lepas seperti ini?" tanya Sandanu.

Pitung menepuk bahu Sandanu. "Sebagian besar pekerja tambang adalah budak yang dipaksa untuk mendapatkan bahan bakar yang ada di perairan Laut Lepas."

Seketika Sandanu teringat ucapan Leo, pemimpin dari Arakar mengenai pandangan hidupnya terhadap sistem tatanan lima negeri besar saat ini. Meskipun, manusia kini telah bersatu dalam satu kepemimpinan.

Tidak ada yang tahu apa yang dipikirkan oleh Sandanu. Bahkan sejak peristiwa Mapralaya, anak yang dulu sering pecicilan dan ceplas-ceplos dalam berbicara, justru sekarang lebih banyak berpikir sebelum bicara maupun bertindak.

Kemudian, mereka semua masuk ke dalam rumah jubleg nangkub yang dibangun di atas kapal Mena dengan dua lantai. Dari pintu utama, ada ruangan yang memanjang selebar rumah jubleg nangkub. Ruangan luas itu berfungsi sebagai ruang tamu dengan beberapa perabotan seperti guci dengan beberapa pot tumbuhan dan lukisan beberapa jenis kapal khas daratan tertentu. Sejajar dengan pintu depan, ada sebuah lorong yang memisahkan dua kamar dan menuju ruang tengah, letak peta dunia terukir di atas plafonnya.

Lihat selengkapnya