GALUH

Jeff Harlo
Chapter #216

S5. Keraton Selebar

Sebagai tanah negeri yang berada di wilayah Laut Lepas, tanah Enggano dikelilingi lautan dengan ombak tinggi dan hanya bisa diakses dari luar menggunakan kapal layar yang besar, sebab perahu kecil bisa saja hancur diserang monster laut atau diterjang badai sebelum berlabuh di pulau Enggano.

Tanah Enggano yang mencakup pulau Enggano dan pulau-pulau kecil tidak berpenghuni yang mengelilinginya, merupakan sebuah pusat pertambangan bahan bakar terbesar yang terbagi menjadi beberapa wilayah. Ada lima perkampungan adat bagi penduduk asli tanah Enggano yang diperkerjakan di pertambangan berada di bagian selatan dan tenggara pulau dan bagian barat sebagai pusat tambang biji barol. Sementara pusat tanah Enggano berada di bagian utara sebagai wilayah pemerintahan yang dikuasai oleh para pendatang dari daratan dengan berdirinya keraton ketua suku.

Pusat tanah Enggano yang dikuasai puak Kamay atau para pendatang merupakan sebuah kota besar yang dikelilingi oleh benteng terbuat dari batu karang yang tinggi layaknya pusat tanah negeri pada umumnya dan terlarang dimasuki oleh penduduk tanah Enggano yang tinggal di perkampungan adat. Akses utama pihak luar masuk ke dalam tanah Enggano hanya dari pelabuhan Kahyapu yang berada di pulau kecil untuk menambatkan kapal yang datang dan sebuah jembatan gantung dibangun sebagai jalan masuk dari pelabuhan.

Malam itu, terlihat dua orang berada di sisi benteng tanah Enggano yang bersebelahan dengan hutan bagian selatan. Di balik benteng tempat mereka berdiri merupakan bagian hutan lindung pusat tanah Enggano yang sepi oleh penjaga sebab pihak keraton tahu bahwa penduduk perkampungan adat tidak mampu melewatinya.

"Mungkin ini tempat yang dimaksud Kaana," ucap Pitung sambil mendongak ke atas benteng yang cukup tinggi. "Dia bilang benteng ini dulu dibangun hanya untuk melindungi tanah Enggano oleh leluhur mereka dari bintang buas, tapi sayang sekarang justru benteng ini yang menjadi penghalang mereka untuk pulang ke kotanya sendiri."

"Benar-benar ironis," timpal Renggi. "Kita harus mengembalikan kota ini kepada yang berhak."

Kemudian, kedua Jewel itu menggunakan kemampuannya untuk melewati benteng. Sesaat mereka masuk ke dalamnya dan melewati hutan lindung yang tidak begitu luas, sebuah pemandangan indah yang jauh berbeda dari perkampungan adat mereka saksikan dengan kilauan cahaya penerang sepanjang jalan dan sudut kota.

"Jadi ini kota pertambangan itu?" Pitung ingat bahwa sebelumnya dia pernah mendengar sebuah tanah negeri di laut lepas yang dijuluki kota pertambangan.

Bagi Renggi yang merupakan perompak, merasa tidak heran dengan tatanan kota tanah negeri yang berada di wilayah laut lepas. "Mereka produsen biji barol terbesar di dunia, jadi tidak heran. Di tempat lain ada kota tanah negeri yang jauh lebih megah di bandingkan pusat pemerintahan lima negeri besar yang dipimpin oleh Pancadev."

"Benarkah?" Selama Pitung menjadi anggota Organisasi Perdamaian Dunia, wilayah laut lepas merupakan bagian pelayaran yang memang harus dihindari, bukan karena saja kondisi lautan yang ekstrim tapi juga menjadi wilayah kekuasaan utama Tetrabarun selain kekuasaannya di wilayah empat samudera yang ada.

Sambil berjalan menyusuri pusat tanah Enggano, Renggi mengakui pernyataan Pitung mengenai pulau-pulau luar yang berada di wilayah Laut Lepas. Bukan hanya ada perompak tapi juga kalangan elit dunia yang bergerak dalam pasar gelap yang memang tidak tersentuh hukum dari pengaruh lima negeri besar sekalipun pulau terluar masih menjadi bagian dari kekuasaan Pancadev.

Lihat selengkapnya