Mengetahui keberadaan Laksamana Malahayati di dalam armada Gorga sebagai tawanan, dengan memanggil Sawerigading, Galigo menuju kapal induk Baruna Intcjeh itu bersama Mutia, mengikuti rencana Isogi menyelamatkan mantan pendamping Tirtadev.
Sesampainya di dek armada Gorga, Sawerigading yang telah mengantarkan Galigo dan Mutia kembali ke dunia roh batu akik. Di dalam armada Gorga, Galigo dan Mutia berhadapan dengan pasukan perompak yang bertugas berjaga di dalam kapal induk tersebut. Dengan berhasil mengalahkannya, Galigo mendapatkan informasi keberadaan Laksamana Malahayati yang ditawan.
Berada di bagian buritan kapal, terlihat Laksamana Malahayati bersimpuh di lantai dengan kedua tangan yang terikat di belakang. Segera Mutia melepaskan ikatannya setelah berhasil membuka kurungan tempat Laksamana Malahayati ditawan. "Terima kasih kalian menyelamatkanku."
"Bagaimana nyonya berada di sini?" Tanya Galigo.
"Tirtadev yang memerintahkan saya untuk mengontrol tanah Nias dari serangan armada Baruna Intcjeh," jawab Laksamana Malahayati. "Tapi saya gagal mencegahnya di depan pulau Hinako."
Kemudian, mereka segera meninggalkan armada Gorga dan hendak menghampiri Sandanu dan yang lainnya menuju bibir pantai. Akan tetapi, di depan pintu keluar bagian buritan, terlihat seseorang perempuan yang berdiri menghadang mereka sambil mengikat rambut panjangnya berupa sanggul ke atas.
"Mau kemana kalian?" Tanya perempuan berpakaian ungu itu.
Galigo dan Mutia pun terkejut mengenal perempuan itu. "Centhini?"
"Iya ini aku, Galigo, Mutia." Putri Nariti melangkah dan mendekati Galigo. Dia ingin memberitahukan sesuatu tapi dia sadar bahwa dirinya diawasi oleh petinggi divisi tujuh, Avisa Tarni. "Bolehkah aku bertarung melawan kekasihmu?" Putri Nariti mengubah niatnya.
"Apa maksudmu, Centhini?" Nada marah keluar dari ucapan Galigo.
Putri Nariti yang berdiri antara Galigo dan Mutia, tiba-tiba melakukan serangan ke arah Mutia "Batu lazuli bersinar, nafas langit." Serangan itu pun membuat gadis Aceh jatuh di antara anak tangga dan masuk kembali ke bagian buritan kapal.
"Mutia," teriak Galigo melihat Mutia terjerembab di bawah tangga yang cukup tinggi. Dengan kesal dia melirik putri Nariti. "Apa yang kamu inginkan?"
Selanjutnya di atas dek kapal, Galigo pun bertarung dengan putri Nariti. Tanpa segan, Galigo menyerang putri Nariti dan mereka beradu kekuatan sastra juga seni persilatan yang dikuasainya. Di samping itu, Laksamana Malahayati kembali masuk buritan kapal untuk membantu Mutia yang terlihat cidera karena jatuh dari anak tangga. Laksamana Malahayati pun menjaganya selama Mutia memulihkan diri dengan kekuatan sastra dari batu mutiara air mata duyung.
Di sisi lain, nyonya Tarni mengawasi dari bawah sambil duduk di antara lubang lapisan salju yang menutupi air laut, sementara bagian bawah tubuhnya berubah menjadi sirip duyung. Dia mulai tertarik memperhatikan pertarungan putri Nariti dan Galigo, yang dia ketahui sahabat masa kecil selepas putri Nariti ditugaskan sebagai mata-mata di negeri Sabda namun justru kabur dan memilih bergabung dengan kawanan pencuri kecil.
Dari serangan putri Nariti yang penuh keseriusan hingga Galigo membalasnya tanpa kasihan, membuat nyonya Tarni yakin bahwa putri Nariti benar-benar berada di pihak Baruna Intcjeh saat ini. Meskipun sebenarnya, dia tidak tahu tujuan dari putri Nariti yang sebagai mata-mata mampu mengontrol emosi untuk menutupi segala sikap dan pikirannya.
Pelatihan khusus yang diberikan Baruna Intcjeh kepada Desa Na Ualu sejak anak-anak sangat berhasil membuat mereka sebagai mata-mata yang paling tersembunyi di dunia, sampai petinggi Baruna Intcjeh sendiri tidak bisa menangkap pemikiran dan tindakan dari setiap anggota Desa Na Ualu.
Menjual informasi atau menerima permintaan untuk mencari informasi tertentu dari seluruh dunia adalah bagian penting bagi Baruna Intcjeh untuk memperkuat penghasilan bisnisnya dari berbagai pihak, karena memiliki Desa Na Ualu yang sudah tersebar seakan sebatas kabar burung belaka sebab tindakannya yang sangat rahasia. Dan Baruna Intcjeh sendiri yang mengontrol dan berkomunikasi dengan mereka dengan teknik khodamnya secara langsung.
Ketika cukup serius memperhatikan pertarungan putri Nariti, tanpa sadar nyonya Tarni dikejutkan oleh serangan origami peledak dari kemampuan Laksamana Malahayati.