GALUH

Prayogo Anggoro
Chapter #234

S5. Ordo Fishman

Berhasil memenangkan pertarungannya dengan membunuh Laksamana Malahayati, terlihat Avisa Tarni melakukan loncatan dan duduk di atas dek kapal dari balkon rumah bolon. Dia pun mendengar beberapa hal yang disampaikan oleh putri Nariti kepada lawan bicaranya, tanpa disadari kehadiran dia oleh mereka.

Menyadari sesuatu yang seakan dikhawatirkan sebelumnya oleh Laksamana Malahayati, nyonya Tarni mengejutkan mereka dalam wujud duyung dengan menunjukkan ketertarikannya kepada Mutia sebagai pengendali batu mutiara air mata duyung.

"Sudah cukup lama aku mencari batu akik itu," ungkap nyonya Tarni. "Karena ulah beliau yang jatuh cinta pada manusia, semua ordo Fishman harus mendapatkan kutukan dari dewa Tagaroa."

Mutia pun teringat perjanjian penduduk tanah Mentawai dengan ordo Fishman yang sebelumnya menetap di tanah Mentawai. Saat itu, tanah Mentawai masih dipimpin oleh dewa Tagaroa dan melarang ordo Fishman menjalin hubungan dengan manusia karena mereka yang datang dari benua besar adalah makhluk-makhluk yang berkhianat terhadap ibu Pertiwi.

Kepergian ordo Fishman dari benua besar, disebabkan raja duyung yang tidak mengakui pemimpin tertinggi yang memegang segala otoritas di benua Pangea. Selama perkembangannya, ordo Fishman melebarkan wilayah seluas Laut Lepas dan membangun istana dasar laut, juga menjinakkan para monster laut. Akan tetapi, bencana terjadi saat putri tunggal dari pemimpin ordo Fishman jatuh cinta pada manusia.

Dalam peristiwa tersebut, Avisa Tarni yang merupakan sepupu dari sang putri melakukan perjalanan jauh dan tersesat di dalam kota gaib yang berada di daratan Borneo. Karena itu, dia pun selamat dari kutukan dewa Tagaroa dan mendapatkan kenyataan bahwa dirinya menjadi satu-satunya ordo Fishman yang tersisa.

"Kamu tahu bahwa setiap Jewel yang kehilangan batu akiknya, maka dia akan tewas," kata Mutia ketakutan. "Apa yang akan kamu lakukan jika mendapatkan batu akik ini?"

"Waktu itu, aku yang kembali dari kota gaib dan menemui dewa Tagaroa," nyonya Tarni bercerita. "Untuk mengembalikan semua ordo Fishman, dewa Tagaroa meminta aku untuk menemukan batu akik dari roh sang putri dan mengorbankan siapapun Jewel yang mengendalikannya."

Nyonya Tarni mengetahui bahwa dewa Tagaroa adalah manusia abadi dari Swargaloka yang mendapatkan anugerah dari dewa Varuna. Ketika para dewa memutuskan untuk meninggalkan dunia, dewa Tagaroa ditunjuk sebagai salah satu Lokapala atau penjaga dunia, sebagai penguasa air.

"Tidak akan aku biarkan kamu membawa Mutia," sahut Galigo sambil meraih dan menggenggam tangan Mutia.

Nyonya Tarni memperhatikan wajah Galigo yang siaga di dekat Mutia. "Begitulah cinta, bersedia mengorbankan segalanya namun tidak mempedulikan sekitarnya." Dia pun menoleh ke arah putri Nariti yang berada di sisi lain Galigo.

Di atas armada Gorga, putri Nariti yang menoleh arah pulau Nias, dengan mata elangnya mencoba memperhatikan kekuatan aneh yang saat itu dikeluarkan oleh putri Purba dan Renggi yang menggunakan khodamnya. Saat itu pula, putri Nariti menyadari bahwa perisai pelindung tanah Nias telah terbuka.

"Nyonya Tarni," seru putri Nariti mencoba memalingkan pembicaraan. "Perisai tanah Nias telah terbuka, apa Anda tidak mendampingi Baruna Intcjeh masuk pulau?"

Nyonya Tarni tersenyum menatap putri Nariti sambil menunjuk. "Kamu sendiri memiliki kepentingan lain, apa salah jika aku memiliki kepentingan lain?"

Terdengar hembuskan angin, bertabrakan dengan suara ombak laut yang memecah armada Gorga. Percakapan di dek kapal pun terdiam sejenak, namun terlihat wajah serius penuh kewaspadaan satu sama lain.

Tiba-tiba nyonya Tarni melakukan loncatan di atas kepala lawan bicaranya tadi, dan menceburkan diri ke dalam laut. Sebagai mahluk astral, dia memiliki kemampuan dalam menggunakan kekuatan sastra dalam tubuhnya sendiri dan memanipulasi elemen air sesuai karakteristik jati diri dan lingkungan hidupnya sebagai duyung.

Di dalam laut, nyonya Tarni memutari armada Gorga membuat kapal berjenis penjajap itu bergoyang dan menciptakan ketakutan terhadap orang di atasnya. Kemudian, air laut mancur di sekitar armada Gorga dan jatuh memasuki kapal itu. Terlihat, Galigo melindungi Mutia dari guyuran air sementara putri Nariti cemburu memilih berlari memasuki ruangan buritan kapal yang terdekat dari tempat mereka berdiri.

Lihat selengkapnya