GALUH

Prayogo Anggoro
Chapter #235

S5. Kekhawatiran Melanda

Di sisi barat keraton Gunungsitoli, terlihat sebuah ruangan yang dijaga ketat. Ruangan itu merupakan balai adat yang disebut bale dan menjadi tempat ritual yang dilakukan oleh para Ere. Di dalam ruang tersebut, kali ini menunjukkan upacara pelepasan sastra hoho dari ketua suku Siwalawa dengan doa-doa Ere yang mengontrol perisai pelindung tanah Nias.

Di sana juga, berdiri tiga Laksamana yang menjaga berlangsungnya ritual tersebut dari dalam. Namun dalam pelaksanaan itu, terdapat gangguan yang meneror. Munculnya sosok berjubah putih bagaikan roh gentayangan memasuki ruangan bale dan berputar-putar menembus badan para Era juga ketua suku Siwalawa. Sementara tiga Laksamana mencoba menggunakan kekuatan sastra untuk menyerang, namun semuanya sia-sia.

Aliran sastra hoho pun lepas. "Mahluk apa itu?"

Seorang Ere memperhatikannya, sementara sosok tersebut berputar-putar dengan tawa melengking. "Tidak mungkin, itu orang Bunian."

Para Ere tahu bahwa orang Bunian adalah salah satu ras kuno yang keberadaannya telah lama hilang. Namun tetua Ere sebelumnya yang sudah wafat, menceritakan hal aneh ketika munculnya tunas Liana Lagara beberapa tahun yang lalu sebelum terjadinya renovasi negeri Tirta. Dari tunas pohon itu, muncul anak-anak manusia dengan kemampuan yang aneh dan pergi dengan caranya masing-masing menyebrangi danau Sowanua.

Tujuan orang Bunian datang hanya untuk mengganggu berlangsungnya ritual pelepasan kekuatan tantra melalui penghubungan sastra hoho terhadap fahombe-fahombe yang dibangun sekitar pulau Nias sebagai perisai pelindung. Setelah itu, orang Bunian pun pergi menghilang.

Ketika ketua suku Siwalawa keluar dari ruang bale, terlihat beberapa prajurit penjaga telah tumbang. Tumbangnya pasukan itu, akibat serangan roh-roh dari pasukan perompak yang dikendalikan oleh orang Bunian untuk memasuki tubuh prajurit dan terjadinya pertempuran roh dalam satu tubuh.

"Jiwa mereka mengalami keos," ucap seorang Ere yang memeriksa bahwa tubuh itu masih hidup dan memiliki jiwa di dalamnya.

Kemudian terdengar ribut-ribut di luar keraton Gunungsitoli. Segera ketua suku Siwalawa menuju sana dan menugaskan satu Laksamana agar menjaga istri dan anak-anaknya supaya mengevaluasi diri.

Ketika berdiri di depan gerbang utama keraton Gunungsitoli, ketua suku terkejut oleh kedatangan Baruna Intcjeh dan seseorang yang mendampinginya. Terlihat gerbang besar itu diapit oleh dua pohon kenanga yang tingginya melebihi benteng keraton yang meneduhkan tempat itu sekalipun matahari telah setinggi kepala.

"Dia orang Bunian yang telah mengganggu ritual dan menghancurkan perisai tanah Nias," ucap seorang Ere meyakini bahwa perempuan di samping Baruna Intcjeh itulah orang Bunian.

Mengenai kemampuan spesial orang Bunian, mereka mampu mengeluarkan roh dari tubuhnya dan juga mengeluarkan roh orang lain atau memindahkan roh ke tubuh lain. Orang Bunian pun bisa memanipulasi ingatan dan mempersingkat jarak tempuh atau justru menyesatkan suatu perjalanan.

Nona Inyiak yang merupakan orang Bunian yang dimaksud, kini berada di samping Baruna Intcjeh. Sebagai anggota Baruna Intcjeh, dia pun melakukan tugasnya. "Batu suliki bersinar.... memeras keringat," nona Inyiak menggunakan kekuatan sastra mengendalikan batu akiknya.

Mengenai penggunaan batu suliki, sebelumnya di tanah Minangkabau, dia mengikuti sayembara Jewel. Dialah nona Inyiak yang menyamar sebagai salah satu peserta atas perintah Baruna Intcjeh agar mendapatkan hadiah sebagai modal pelayaran setelah kekalahannya dari serangan Baruna Arai.

Dengan mantra dari nona Inyiak, pihak keraton Gunungsitoli kehilangan banyak cairan hingga tubuhnya pun lemas. Ketika itu, Baruna Intcjeh menanyakan keberadaan seseorang yang dicarinya di tanah Nias. "Di mana Caturenzi itu berada?"

Akibat kekuatan mantra yang kuat, tidak ada pihak keraton yang bisa lepas dari pengaruh itu. Ketua suku yang mendapat ancaman, membuat seorang Ere memberitahukan keberadaan Caturenzi itu supaya ketua suku tidak dibunuh.

"Dia ada di danau Sowanua," kata Ere tersebut. "Tolong lepaskan kami!"

Baruna Intcjeh menatap nona Inyiak agar melepaskan mantranya sebelum banyak pihak keraton yang pingsan. "Sebagai orang Bunian, kamu bisa mempersingkat perjalanan kita menuju danau Sowanua?"

Lihat selengkapnya