GALUH

Prayogo Anggoro
Chapter #236

S5. Bercampur Aduk

Di sebelah timur tanah Nias, terlihat armada besar negeri Tirta mengarungi Laut Lepas. Kapal berjenis lancaran dalam ukuran besar itu membawa tiga anggota Caturenzi yang mendapat tugas langsung dari Tirtadev.

Dalam sebuah ruangan di kapal lancaran yang menghadap dek depan, terlihat Caturenzi berkumpul sambil menikmati hidangan di depannya. Ada kue padamaran dari tepung beras dan santan yang bertekstur lembut dan disiram kinca gulah merah di bagian atas, lalu kue gandus yang berbentuk seperti mangkuk dengan toping bermacam-macam seperti epi sangrai, daging giling atau abon ikan.

Aneka kue lain pun dihidangkan seperti kue kubang boyo, kue muso, dan bolu kojo. Untuk menikmati hidang tersebut, ada tiga gelas kopi lancang kuning dengan aroma yang harum dari biji kopi pilihan yang disangrai dan rasa yang kuat.

Di antara ketiga Caturenzi, satu wanita yang bergelar Lubuk Riau menyampaikan informasi mengenai anggota lain yang mereka cari keberadaannya. "Lubuk Tapanuli, dia yang kita cari adalah satu-satunya anggota Caturenzi yang pernah ada dan bukan seorang jewel."

Terlihat wanita cantik itu mengenakan baju belah labuh berwarna mint yang panjangnya sampai betis dan mengenakan kain lejo yang warnanya senada sebagai tudung kepala dengan memperlihatkan rambut hijau daunnya yang panjang sepunggung.

"Masa mudanya dihabiskan di padepokan Muara Takus, sebagai satu-satunya padepokan resmi untuk keluarga bangsawan mempelajari bela diri, pencak silat," kata Lubuk Riau. "Dan dia mendalami ilmu kanuragan sebagai pendekar silat terbaik yang ada saat ini dan mampu menggunakan kekuatan tantra."

"Bagaimana kita harus menghadapinya?" Tanya Lubuk Bengkulu yang menikmati hidangan dari kue gandus kesukaannya. Dia adalah pria yang memiliki kulit kuning Langsat dan rambut berwarna abu-abu.

Sebelumnya dia pun mengetahui bahwa rombongan Sandanu mencari kunci Tetrabarun saat berada di tanah Enggano. "Mungkin saat ini juga, rombongan Sandanu dengan kapal Mena yang mencari Trinata berada di tanah Nias jika benar bahwa Lubuk Tapanuli adalah salah satu Trinata dari anggota Baruna Arai."

"Seperti yang kita ketahui, dari ketua suku tanah Melayu," balas Lubuk Jambi, seorang pria muda dengan kumis tipis dan wajah yang tegas ketara tulang rahangnya. "Kelompok Baruna Intcjeh pun mengincar Lubuk Tapanuli, jadi kita tidak perlu repot-repot menghadapi kelompok perompak itu jika di sana ada Sandanu dan teman-temannya."

Terlihat Lubuk Jambi yang menyeruput kopi, mengenakan baju teluk belanga berwarna merah dan kain songket yang menghias pinggang warna hitam bersulam benang emas. Sementara itu, rambut warna marun dihiasi kopra hitam. "Fokus kita langsung mencari keberadaan Lubuk Tapanuli."

Ketika mereka menyusun rencana untuk menghadapi Lubuk Tapanuli yang mangkir dari kewajibannya sebagai Caturenzi, tiba-tiba terdengar ledakan keras saat kapal lancaran yang membawa mereka dekat dengan tanah Nias. Segera mereka pun keluar menuju dek.

Melihat serangan besar yang mampu menghancurkan pertahanan tanah Nias dari benteng batu karang, mereka bertiga langsung bergegas untuk mencari tahu apa yang terjadi. Sebelum mereka bertiga meloncat ke arah laut, terlihat Lubuk Riau membuka resleting bagian bawah dari baju dan rok panjangnya untuk memudahkan dirinya berlari.

Kemudian, mereka pun berlari di atas air laut dengan kemampuannya memusatkan aliran sastra di telapak kaki. Mereka pun dikejutkan ketika di atas langit perairan dalam tanah Nias dihiasi sastra hiem yang menurunkan hujan deras. "Bukankah itu teknik rahasia keluarga bangsawan dari tanah Aceh?" Ujar Lubuk Bengkulu.

"Kekuatan sastra itu sama dengan kekuatan sastra yang menurunkan hujan di teluk Dhamna ketika mengakhiri serangan Arakar ketika pesta pantai." Lubuk Jambi ingat dengan peristiwa naas yang menenggelamkan istana Dhamna. Ketika itu dirinya menjabat sebagai salah satu jendral yang ditugaskan untuk mengevakuasi penduduk.

Mendekati benteng batu karang, ketiganya pun meloncat ke atas benteng itu untuk menyaksikan apa yang sebenarnya terjadi. Ketika itu, mereka melihat seekor duyung yang berhasil menghancurkan kedua sisi tembok batu karang dan menciptakan ombak persegi yang terlihat berbahaya dengan aliran sastra.

Lihat selengkapnya