GALUH

Prayogo Anggoro
Chapter #240

S5. Horas

Masih di pulau Hiliobolata, terlihat Lubuk Tapanuli duduk memakan buah biwa di bawah pohonnya. Setelah bangun dari semedi, ini adalah satu-satunya makanan yang dia temukan di sekitar, pohonnya tumbuh subur membentuk perdu dengan buah oranye yang berasa manis.

Saat santai menikmati buah biwa di tangannya, Lubuk Tapanuli terkejut mendengar gemuruh deras seperti banjir bandang. Karena di setiap pulau banyak pohon besar yang umurnya puluhan hingga ratusan tahun, membuat Lubuk Tapanuli tidak melihat apa yang terjadi. Ketika itu, nyonya Tarni sedang melakukan serangan ombak tsunami kepada Galigo.

Penasaran akan hal tersebut, burung magiao pun dipanggil dengan lambaian tangan, sementara mulut Lubuk Tapanuli penuh dengan buah biwa.

Saat seekor burung magiao hinggap di ranting pohon biwa, dia pun bertanya, "apa yang terjadi kawan?"

"Bahaya, bahaya, bahaya," jawab burung magiao. "Pertempuran, pertempuran, pertempuran."

Mendengar kicauan burung magiao yang memberitahu keadaan danau Sowanua, membuat Lubuk Tapanuli bergegas untuk mencari tahu apa yang terjadi. Meninggalkan pulau Hiliobolata, dia pun melupakan kunci Tetrabarun yang diamanatkan dari Baruna Arai.

Terlihat kunci itu tergeletak di bawah pohon biwa. Karena tergesa-gesa, Lubuk Tapanuli pun tidak mendengar kicauan burung magiao. "Kunci, kunci, kunci."

Dari semua pulau di danau Sowanua, pulau Hiliobolata adalah yang terkecil. Dengan kecepatan larinya, Lubuk Tapanuli menembus hutan dan seketika menepi di hadapan danau. Dia mulai melakukan ancang-ancang dan mengatur pernapasannya, karena dia bukan seorang Jewel maka yang dia gunakan hanyalah ilmu kanuragan dengan mengatur pernapasan supaya tubuhnya meringan.

Dengan kecepatan penuh setiap kali tarikan nafasnya, dia mampu berlari di atas air menggunakan pijakan ujung kaki, atau berjinjit. Seketika, dia berhasil menyeberang sampai pulau Hilinamaniha. Sampai di sana, Lubuk Tapanuli pun terkejut karena pulau dalam keadaan basah seperti bekas banjir bandang.

Dilihatnya sekitar pulau Hilinamaniha arah gemuruh air tadi, pohon-pohon kecil berserakan dan tanah berlumpur. "Apa yang terjadi?"

"Aku kira yang datang membuka segel sastra salik untuk menjemput aku pulang," lanjut Lubuk Tapanuli sambil meraih batang pohon.

Ketika tangannya berhasil meraih batang pohon yang kuat, dia pun melakukan ayunan hingga tubuhnya meloncat dari batang pohon ke batang pohon lain sampai dia berada di ketinggian. Selanjutnya, dia pun melakukan ayunan untuk berpindah antar pohon seperti monyet bergelantungan. Dan itulah keahliannya, sebab tubuhnya tidak menggunakan kekuatan sastra sebagai pendekar silat sejati.

Dari atas pohon, dia terkejut melihat sodetan pulau yang tergores, itu adalah akibat dari serangan Baruna Intcjeh. Selain itu, dia pun melihat seekor naga terbang di atas danau dengan seorang anak laki-laki yang menungganginya.

Lubuk Tapanuli juga melihat seseorang berdiri di permukaan danau, dia adalah Baruna Intcjeh yang sedang mengobrol dengan nyonya Tarni. Tahu akan keberadaan orang lain di danau Sowanua, membuat Lubuk Tapanuli senang bahwa ternyata dirinya benar-benar masih hidup. Tidak sepenuhnya segel kutukan sastra salik mengubah dirinya menjadi roh batu akik, semua akibat usahanya dalam melakukan semedi.

Untuk menunjukkan bahwa dirinya ada di sana, Lubuk Tapanuli pun berteriak memanggil mereka yang telah memulai pertempuran. Dia berharap bisa mendamaikan mereka semua.

"HORAAASSSSSS....."

Lihat selengkapnya